Page 175 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 175
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4
yen tan melu anglakoni
boya kaduman melik
kaliren wekasanipun
dilalah karsa Allah
begja-begjane kang lali
lewih beja kang eling lawan waspada
Terjemahannya lebih kurang : “Mengalami zaman gila/ serba sulit dalam
bertindak/ ikut gila tidak tahan/ kalau tak tidak mendapat bagian/ akhirnya
kelaparan/ tetapi kehendak ada pada Tuhan/ Sebahagia apa pun orang yang lupa/
Masih beruntung orang ingat dan waspada).(Herlina Indijati “Etika Islam dalam
Serat Kalatidha, Serat Wedharaga, Serat Jaka Lodhang dan Serat Kridhamaya
Karya Ranggawarsita.” 53
Mengendalikan diri di sini sama dengan apa yang diajarkan sufi seperti Imam
al-Ghazali dan Jalaluddin Rumi, yaitu mengekang nafsu amarah, lawamah dan
sufiah (nafsu berkuasa). Untuk dapat mengendalikan diri seseorang harus ingat
(eling) senantiasa kepada Tuhan dan waspada. Seperti dinyatakan dalam Serat
Wedharaga bait ke-7:
Akanthia awas emut
Mituhua wawarah kang makolehi
Aja tinggal weweka ing kalbu
Den taberi aangeguru
Aja isin atatakon.
Terjemahannya : Sertailah selalu dengan waspada dan ingat/ Jangan
meninggalkan sikap hati-hati/ Ikutilah nasehat yang berguna/ Rajin-rajinlah
berguru/ Jangan malu bertanya.” 54
Hasil dari kemampuan mengendalikan diri bukan sekadar dapat mengekang
hawa nafsu, tetapi juga menjadikan diri kita ikhlas, sedia mengorbankan
kepentingan diri dan memelihara rasa kebersamaan dengan anggota masyarakat
yang lain. Dengan itu penderitaan bisa diatasi. Hasil lain dari pengendalian diri
ialah pemahaman mendalam atas sesuatu kejadian dan sikap rendah hati.
Dalam bait ke-10 dan 11 Serat Wedharaga ia mengatakan seperti ini: “Jika
telah paham/ Simpanlah kepandaian di belakang/ Letakkan kebodohanmu di
depan/ Agar mudah mengambil sikap/ Memahami watak orang lain.” Di sini
55
Ranggawarsita menasehati kita agar tidak menonjolkan diri dan gila pujian.
161