Page 174 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 174

Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4







                                    karangan-karangannya sebagian dipandang sebagai karya bercorak apokaliptik.
                                    Karyakarya apokaliptik menggambarkan kekacauan dan krisis hebat yang terjadi
                                    pada zamannya dan di dalamnya pengarang menggambarkan pula bagaimana
                                    caranya membebaskan diri dari situasi tersebut dan mencari penyelamatan
                                    melalui jalan keruhanian (suluk). Ini tampak dalam karangan-karangannya
                                    terutama Serat Kalatidha dan Jayengbaya.


                                    Gambaran apokaliptik misalnya tampak dalam bait ke-5 Serat Sabdajati:

                                                   Mangkya darajating praja
                                                   kawuryan wus sunyaruri
                                                   rurah pangrehing ukara
                                                   karana tanpa palupi
                                                   atilar silastuti
                                                   sujana sarjana kelu
                                                   kalulun Kalatidha
                                                   tidhem tandhaning dumadi
                                                   ardayengrat dene karaban rubeda





                                    Terjemahannya lebih kurang: “Sekarang martabat negara berantakan/ Aturan,
                                    hokum dan undang-undang tak diindahkan/ Teladan mulia tiada lagi/ Kaum
                                    terpelajar terbawa arus kemerosotan/ Keadaan mencekam, sebab hidup penuh
                                    kesulitan/  Yang  salah  tampak  benar/  Yang  benar  dianggap  salah/Halal  jadi
                                    ham, haram jadi halal”. Pada masa itu dilukiskan bahwa aneka ragam gossip
                                    dan rumor yang tak menentu banyak beredar. Orang-orang saling berebut
                                    kedudukan. Para tokoh masyarakat ingin menduduki jabatan tinggi. Janji-janji
                                    kosong  berhamburan.  Masing-masing  sibuk  dengan  isi  perut  mereka.  Kalau
                                    direnungkan, kata Ranggawarsita, menjadi pemimpin tidak ada gunanya.
                                    Malah menumpuk kesalahan belaka. Bahkan apabila lupa diri, yang didapatkan
                                    hanyalah malapetaka” (Serat Sabdajati bait ke-6).

                                    Melalui karya apokaliptiknya  itu Ranggawarsita menasehati  dirinya dan
                                    pembacanya agar senantiasa sabar dan tabah, serta ingat kepada Yang
                                    Maha Kuasa sebab Dialah yang Maha Berkehendak dan menentukan nasib
                                    manusia. Hanya Dia pula yang layak disembah dan dimintai pertolongan.
                                    Manusia beriman dan haqqul yakin menurutnya pantang berputus asa serta
                                    mampu mengendalikan diri, tidak gegabah dan menuruti hawa nafsu. Seperti
                                    dikatakannya dalam Serat Kalatidha bait ke-7:

                                                   Amenangi jaman edan
                                                   ewuh aya ing pamikir
                                                   melu edan ora tahan






                    160
   169   170   171   172   173   174   175   176   177   178   179