Page 169 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 169
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4
enyah. Pengetahuan khusus ini bersemayam dalam ‘kalbu’, sehingga dikatakan
43
bahwa ‘dalam kalbu ada jendela untuk melihat Tuhan’. Penggambaran tentang
pramana dalam Dewa Ruci, tidak jauh berbeda dengan penggambaran Imam
al-Ghazali. Ini menunjukkan eratnya hubungan teks-teks filsafat mistik Jawa
dengan teks-teks filsafat mistik Islam.
Sebagai alegori sufi Jawa, Dewa Ruci mempunyai daya tarik yang besar bagi
penghayat mistisisme di Jawa. Wayang Bima dan Dewa Ruci dijumpai di Sebagai alegori sufi
Jawa, Dewa Ruci
banyak tempat di Jawa sebagai lambang pencarian diri di jalan keruhanian. Di mempunyai daya
kalangan ahli suluk pula, hikayat ini dijadikan bahan pembahasan yang tidak tarik yang besar bagi
pernah berhenti hingga saat ini. Kisahnya pula sering digubah menjadi lakon penghayat mistisisme
pewayangan. Demikian pula pengaruhnya tidak kecil dalam kesusastraan Jawa. di Jawa. Wayang
Salah seorang pujangga Jawa terkemuka yang menempatkan kisah Dewa Ruci Bima dan Dewa Ruci
dijumpai di banyak
sebagai salah satu sumber ilham utama bagi suluk-suluknya ialah R. M. Ng. tempat di Jawa sebagai
Ranggawarsita (1805-1878 M). lambang pencarian diri
di jalan keruhanian.
Salah satu suluk karangannya yang berkaitan dengan kisah Dewa Ruci ialah
44
Suluk Suksma Lelana. Dikisahkan dalam suluk ini seorang santri bernama
Suksma Lelana yang melakukan perjalanan jauh untuk menemui seorang guru
tasawuf bernama Syekh Imam Suci yang tinggal di bukit Sinai. Maksudnya ia
ingin mempelajari seluk beluk ilmu sangkan paraning dumadi (asal-usul segala
kejadian). Dalam perjalanannya ia menghadapi berbagai godaan. Dia bertemu
putri jin Dewi Sufiyah bersama pembantunya Ardaruntik dan Drembhabhukti.
Menurut Simuh (1989) ketiga makhluk ini adalah representasi simbolik dari tiga
hawa nafsu: sufiyah, amarah dan lawamah. Pelambangan dua pembantu Dewi
Sufiyah itu dapat dibandingkan dengan dua raksasa penjaga gua Candradimuka
dalam kisah Dewa Ruci. 45
155