Page 166 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 166

Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4







                                    Sedangkan hadis yang diriwayatkan oleh Khudiri ialah seperti berikut, “ Hati itu
                                    ada empat macam, yaitu: (1) Hati yang kosong atau bersih yang di dalamnya
                                    ada lampu yang bersinar, hati yang demikian itulah hati orang mukmin; (2) Hati
                                    yang hitam dan terbalik, hati yang demikian itulah hati orang yang ingkar; (3)
                                    Hati yang terbungkus dan terbelenggu oleh bungkusnya, hati yang demikian
                                    itulah hati orang munafik; dan (4) Hati yang bercampur aduk, di dalamnya
                                    ada iman dan nifaq”.  Selanjutnya dijelaskan bahwa hati menjadi jernih dan
                                    penglihatan batin menjadi terang disebabkan ingat kepada Allah dan taqwa.
                                    Ingat akan Allah merupakan pintu kasyf  (tersingkapnya hakikat segala sesuatu)
                                    dan kasyf itu merupakan pintu keberuntungan, yaitu keberuntungan berjumpa
                                    dengan-Nya. 36


                                    Dalam uraian selanjutnya, dengan merujuk kepada pendapat Imam al-Ghazali
                                    itu, Yasadipura I menulis bahwa hati yang bersih dan kosong itu saja yang dapat
                                    membawa seseorang mencapai hidayah (petunjuk) ilahi (pupuh VIII:15-18): “Jika
                                    kau berhasil mengatasi/Tiga bentuk nafsu ini/Persatuanmu akan sempurna/Kau
                                    tak perlu lagi pembimbing/Mencapai  persatuan hamba dan Gusti (pamoring
                                    kawula Gusti)/Setelah Werkudara mendengar ini/Kerinduan hatinya membara/
                                    Berahinya (`isyq) kian berkobar/Hatinya dirasuki/Keinginan manunggal//Warna
                                    yang empat  sirna pula  dari pandangan  /Tinggal cahaya tunggal delapan
                                    warna/Kata  Werkudara:/“Apa  nama  cahaya  delapan  warna  ini/Merupakan
                                    hakekat sejati?/Tampak seolah permata gemerlapan/Kadang seperti bayangan,
                                    mempesona/Kadang pancaran sinarnya bagaikan zamrud”.


                                    Selanjutnya, “Dewa Ruci, Sang Nur seantero jagad/Lantas menjawab:/“Inilah
                                    intipati kesatuan/Artinya segala hal yang ada di alam dunia/Ada pula dalam
                                    dirimu/Pun semua yang ada di alam dunia/Memiliki padanan dalam dirimu/
                                    Antara jagat besar/Dan jagat kecil tidak berbeda/Ia adalah asal-usul utara,
                                    selatan, timur/Barat, zenith dan nadir//Seperti warna yang empat/Kepada
                                    dunia memberi hayat/Jagad besar dan jagad kecil/Setiap yang ada sama dalam
                                    keduanya/Jika rupa di alam dunia/Ini lenyap seisinya/Maka semua wujud akan
                                    tiada/Dan menyatu dalam wujud tunggal/Tiada lelaki atau wanita”.

                                    Kemudian dijelaskan bahwa tahap awal yang harus ditempuh ahli suluk untuk
                                    mencapai “Pamoring Kawula Gusti” dan memahami makna “Sangkan Paraning
                                    Dumadi” secara mendalam ialah melalui pengendalian diri atau kecenderungan-
                                    kecenderungan buruk dari hawa nafsu.

                                    Dalam ilmu tasawuf, tahapan awal  ini disebut mujahadah, perjuangan batin
                                    melawan kecenderungan buruk dalam diri. Mujahadah mencakup tiga hal:
                                    (1) Penyucian diri (thadkiya al-nafs); (2) Pemurnian hati (tashfiyat al-qalb); (3)
                                    Pengosongan jiwa terdalam (takhliyat al-sirr). Pengosongan jiwa terdalam atau
                                    sirr dilakukan dengan memusatkan diri kepada Yang Satu dan mengosongkan
                                                           37
                                    diri dari yang selain-Nya.





                    152
   161   162   163   164   165   166   167   168   169   170   171