Page 162 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 162
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4
(Dewa Ruci berkata lagi,/Mana yang lebih luas, kau atau alam raya?/Seluruh
jagat seisinya/Dengan semua gunung/Lautan dan rimba rayanya/Semua dapat
masuk tanpa kesulitan/Ke dalam tubuhku!”/Mendengar itu Werkudara merasa
putus asa”.
Dewa Ruci lantas menyuruh Bima masuk melalui telinga. Sesampainya dalam
perut Dewa Ruci ia menyaksikan lautan luas tak terhingga bentangan ufuknya.
Dia merasa berjalan di awing-awang, dalam ruang kosong yang tidak terhingga
luasnya. Sesudah itu tiba-tiba telah berada di hadapan Dewa Ruci. Kembarannya
itu tampak berkilauan. Hatinya merasa tentram. Setelah itu Bima diminta agar
memusatkan perhatian ke arah depan. Ia lantas menyaksikan empat warna,
tetapi dengan cepat lenyap dari pandangan. Empat warna itu ialah hitam,
merah, kuning, putih. Tiga yang pertama merupakan bagian dari badan jasmani
dan penyebab rusaknya kalbu atau hati. Yang satu lagi (putih) mendatangkan
kebaikan. Agar mencapai persatuan dengan Yang Gaib, seseorang harus
membebaskan diri dari yang tiga. Sebab ketiganya merintangi pikiran dan
kemauan orang yang ingin fana’ atau hapus dalam Suksma Sejati (Pupuh
VIII:16-20).
Dalam pupuh VIII:27-28 dikemukakan bahwa hati yang bersih yang dapat
membuat orang memperoleh hidayah. Setelah warna yang empat lenyap,
lantas muncul Cahaya Tunggal delapan warna. Werkudara bertanya: “Apa
nama cahaya delapan warna ini/Merupakan hakekat sejati?/ Tampak seolah
permata gemerlapan/ Kadang seperti bayangan, mempesona/Kadang pancaran
sinarnya bagaikan zamrud”. Dewa Ruci menjawab: “Inilah intipati kesatuan/
Artinya segala hal yang ada di alam dunia/Ada pula dalam dirimu/Pun semua
yang ada di alam dunia/Memiliki padanan dalam dirimu/Antara jagad besar/Dan
jagad kecil tidak berbeda..//Seperti warna yang empat/Kepada dunia memberi
hayat/ Jagad besar dan jagad kecil/ Setiap yang ada sama dalam keduanya/
Jika rupa di alam dunia/Ini lenyap seisinya/Maka semua wujud akan tiada/Dan
menyatu dalam wujud tunggal/Tiada lelaki atau wanita” (Pupuh VIII:29).
Bima bertanya kepada Dewa Ruci, apakah yang tampak itu merupakan dhat
hakiki yang dicarinya selama ini? (Punapa inggih punika/warnaning dhat kan
pinrih dipun ulati/kang sayektining rupa?). Dewa Ruci menjawab, bukan itu
yang harus dicari. Inti pati dari semua ini tidak dapat dilihat dengan mata,
tidak dijumpai di mana-mana, kecuali dalam hati dan jiwa manusia. Apa yang
tampak di alam dunia dan kehidupan manusia itu hanyalah isyarat, tanda-tanda
atau ayat-ayat-Nya, yang memberi petunjuk kehadiran Yang Maha Gaib dalam
kehidupan (Pupuh VIII:31-2).
Sang Guru kemudian menerangkan tentang cahaya gemerlapan yang disebut
pramana. Pramana adalah pemberi hidup kepada tubuh jasman. Jika ia
148