Page 207 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 207
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4
(2) Salamaq.
Ia naé bottinna I Wé Attaweq ri Bérébaja
(Selamat,
Inilah kisah perkawinan I Wé Attaweq di Bérébaja)
(Akhmar, 2012: 210).
Kata salamaq berasal dari bahasa Arab yang lazim digunakan dalam sastra Islam
atau hikayat. Bahkan tidak jarang dalam sureq (sastra Bugis yang telah ditulis)
diawali dengan pebukaan seperti ini: Bismillah, wabihi nastainu billah. Selain
kata pembuka di atas, dalam teks La Galigo ini juga terdapat istilah, adalah
sebagai berikut.
Sirupa to pi sadda to makarameqé,
dio mallangiq taué,
nainappa mala jénnéq sembajang,
natomassembajang dua nrakang.
Tabacang ni patéha nabitta,
enrengngé wallié ia maneng,
Hanya satu suara orang keramat,
(seseorang harus mandi terlebih dahulu,
lalu mengambil air wudhu,
lalu kita shalat dua rakaat.
Bacakanlah Fatiha kepada nabi kita,
dan kepada semua wali,).
(Akhmar, 2012: 403)
Jelas kata-kata yang dicetak tebal pada teks di atas adalah kata-kata yang
bersumber dari bahasa Arab, seperti kata nrakang ‘rakaat’, patéha ‘fatihah’ (surah
yang pertama pada Alquran), nabitta ‘nabi kita’ (maksudnya Nabi Muhammad
saw), serta kata wallié ‘waliullah’ (wali Allah). Adapun kata sembajang
‘sembahyang’, adalah sebuah kata majemuk berasal dari kata ‘sembah’ dan
‘hyang’. Kata ‘sembah’ berarti memuja atau tindakan menyembah, sedangkan
kata ‘hyang’ berasal dari bahasa Jawa Kuno yang berarti Tuhan. Meskipun ini
tidak berasal dari bahasa Arab, tetapi kata itu umum digunakan untuk sebuah
kegiatan melakukan shalat yang merupakan kewajiban umat Islam sehingga
kata ini dapat digolongkan sebagai istilah ibadah, khususnya Islam.
Kata-kata yang disebutkan di atas merupakan istilah yang sebelumnya tidak
ditemukan dalam tradisi puisi La Galigo. Kata-kata atau susunan katanya
merupakan kata-kata yang dapat dijumpai dalam percakapan sehari-hari dalam
masyarakat Bugis.
193