Page 210 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 210
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4
kalau syariat
di negeri ini pun engkau dapatkan
(Saleh A., 1996: 35)
Bulaéng tikno agamayya
intang tumbuk Isilanga
jamarrok paleng
nikanayya massambayang
Punna niak tussambayang
natena toddo pulina
sangkontu tongi jangang tena leranna.
Agama laksana emas murni
Islam bak intan berduri semisal zamrut berkilauan
yang mengajarkan sebahyang.
Jika dalam sembahyang
tanpa ketentuan/keyakinan
semisal ayam tanpa tempat bertengnger.
(Saleh A., 1996: 31).
Pada kélong di atas, dengan jelas disebutkan, kota yang merupakan tempat suci
bagi umat Islam, seperti Makkah dan Madinah. Selain itu, ada pula kata-kata
sambajang ‘sembahyang’, Isilanga ‘Islam’ yang artinya menunjuk langsung pada
praktik ibadah atau nama agama. Dengan demikian, kélong ini bukan hanya
mengandung unsur Islam, melankan juga menunjukkan sastra Islam. Pada teks
(1) menyatakan bahwa untuk mendapatkan ilmu syariat, seseorang tidak perlu
mendatangi Makkah atau Madinah karena di Bugis atau Makassar juga sidah
tersedia. Namun, pada teks (2) sudah masuk ke dimensi hakikat, yaitu seorang
Muslim harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang agama Islam atau
memahami hakikat sebagai pegangan. Jika seseorang tidak memiliki toddoq
atau pegangan dalam berislam, maka dia seperti ayam yang tidak memiliki
tempat bertengnger.
Uraian pada sub pembahasan ini jelas memperlihatkan pengaruh Islam dalam
sastra Bugis dan sastra Makassar. Namun, pengaruh itu tidak hanya sebagai
pengaruh kebahasaan saja, melainkan terjadi islamisasi sastra Bugis dan sastra
Makassar. Kata Arab, salamaq ‘selamat’ dalam pembukaan teks atau kisah
dapat saja dilihat sebagai bentuk peminjaman bahasa karena memang “pinjam-
meminjam” dalam kehidupan sastra merupakan hal lazim terjadi. Akan tetapi,
jika diperhatikan kata dalam bahasa Arab yang terdapat dalam teks sastra Bugis
dan sastra Makassar tersebut bukan hanya kata biasa. Kata-kata, seperti rakaat,
wudhu, shalat, nabi, wali, dan bahkan nama-nama Allah adalah sebuah kata
yang menunjuk pada konsep tentang praktik ibadah dan tauhid.
196