Page 205 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 205
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4
Pengaruh Islam terhadap Sastra Bugis Makassar
Sastra yang dilahirkan dan atau diciptakan melalui hasil pemikiran dan
perenungan orang Bugis dan orang Makassar pada masa lampau, seiring
dengan perjalanan waktu mengalami perubahan atau perkembangan. Hal
ini berlangsung terutama dengan terjadinya kontak dengan budaya luar
yang masuk ke dalam kehidupan mereka. Perubahan dengan memasukkan
unsur-unsur baru atau unsur asing dalam sebuah sastra tradisi seperti di atas,
bukan berupa ‘pengaruh’ yang membawa citra kepasifan bangsa, tetapi lebih
pada akulturasi yang merupakan absorbsi dengan berbagai daya kreativitas
penyair atau pengarang (Chamamah-Soeratno, 2011: 37-38). Perubahan atau
pergeseran di dalamnya pada hakikatnya merupakan bentuk transformasi yang
mengikuti ‘semangat zaman’ (lihat Jauss, 1983).
Hal seperti di atas terlihat setelah kedatangan Islam Sulawesi Selatan pada masa
lampau, membawa dampak tidak hanya dalam kehidupan sosial, politik, dan
keagamaan, melainkan juga dalam kehidupan bersastra. Pengaruh tersebut
dimulai dari pengaruh kebahasaan, poetika kosmogoni, dan religiusitas.
Pengaruh kebahasaan ditandai dengan penggunaan kata dalam bahasa Arab
atau kata yang terdapat dalam Alquran dalam teks sastra Bugis Makassar.
Misalnya, dalam pembukaan sebuah naskah Méong Mpalo diawali dengan baris
pembuka, sebagai berikut.
Bismillahi rahmani rahim. Salamaq.
Passaleng pannesaéngngi
galigona méong mpaloé, ‘
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Selamat.
Pasal yang menyatakan kisah si kucing belang”
(lih. Nurhayati-Rahman, 2009: 120).
Kisah méong mploé berisi tentang pau-paunna déwataé (cerita tentang dewa-
dewa Bugis), tetapi dari segi bentuknya dikatagorikan sebagai toloq (puisi metrum
delapan suku kata setiap baris). Berisi kisah tentang perjalanan Sangiang Serriq
beserta rombongan yang dikawal oleh seekor kucing belang. Tokoh Sangiang
Serriq dalam mitologi orang Bugis adalah dewi padi. Rombongan Dewi Padi
diceritakan melakukan perjalanan panjang dari Enrekang ke Barru dengan kisah
yang menyedihkan.
191