Page 200 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 200
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4
pau, memiliki kesamaan dengan rupama, yang diartikan dengan dongeng. Ada
pula yang disebut dengan pau-pau rikadong, yaitu salah satu jenis sastra lisan
Bugis. Pau-Pau rikadong dapat diterjemahkan dengan ‘cerita yang dianggukkan’.
Dikatakan demikian karena jika cerita ini disampaikan di depan khalayak, para
pendengar diwajibkan untuk mengangguk (kado) dan serentak berkata iyeq (iya
atau benar) setiap jeda cerita. Ada beberapa empat kelompok pau-pau rikadong,
yaitu cerita tentang dewa-dewa (Pau-Pau Rikadonna Déwataé). Cerita tentang
pemberani atau para pahlawan (Pau-Pau Rikadonna To Waranié), dongeng
tentang binatang (Pau-Pau Rikadonna Olo-koloqé), cerita sejarah (attoriolong)
(Lathief, 2003: 26), dan cerita asal-usul penamaan tempat (carita) (Yusuf dkk,
1996: 41-47).
Toloq adalah sebuah jenis puisi naratif Bugis. Toloq adalah teks yang ditandai
dengan (1) penggunaan bahasa yang tinggi, bahasa syair, dan formula-formula
jelas yang menyertainya, termasuk tekanan dan kiasan; (2) metrum dengan
8 suku kata setiap baris; dan (3) berisi sejarah kepahlawanan (Tol, 1990: 20;
Akhmar, 2003: 21). Dari segi kandungan teksnya, toloq dalam memiliki kemiripan
dengan pau-pau (cerita), yang biasa juga disebut ruaja, yaitu cerita rakyat tetapi
diturunkan dalam bentuk tulisan (manuskrip) (Mattulada, 1985: 18). Teks toloq
yang cukup dikenal, antara lain Toloqna Arung Labuaja, Toloq Rumpaqna Boné,
Toloqna Daéng Kalabu, dan lain-lain. Dari segi penggunaan bahasa, sebuah
cerita yang cukup popular di kalangan orang Bugis, yaitu cerita Méong Mpalo
Bolongngé atau Méong Mpalo Karellaé, kisah si kucing belang dan Dewi Sri
dapat dimasukkan ke dalam katagori toloq karena menggunakan metrum 8
suku kata. Namun, dari segi kandungan isi ceritanya dapat dimasukkan ke dalam
katagori ragam sastra Pau-Pau Rikadonna Déwataé, sebagaimana disebutkan di
atas.
Sinriliq adalah sebuah sebuah jenis sastra Makassar, berisi cerita yang tersusun
dalam bentuk prosa lirik. Isinya menceritakan sejarah perjuangan, kepahlawanan,
dan pengembaraan. Sinriliq disampaikan oleh seorang pasinriliq (tukang cerita,
penutur) di depan khalayaknya (Mangemba, 1956: 45). Dalam menyampaikan
kisahnya, seorang pasirinliq ada yang menggunakan alat bantu musik yang
disebut késoq-késoq sehingga disebut dengan sinriliq pakésoq-késoq. Ada
pula pasinriliq yang tidak menggunakan alat musik bantu yang disebut dengan
sinriliq bosi timurung (hujan lebat). Jika jenis sinriliq yang pertama berisi kisah
kepahlawanan, maka jenis yang kedua ini berisi kisah kesedihan atau dan
kerinduan terhadap seseorang yang telah meninggal dunia (Inriati-Lewa, 1996:
33). Contoh sinriliq yang cukup populer, antara lain sinriliq Datu Museng dan
Putri Maipa Daeng Nipati (kisah kepahlawanan Datu Museng dan percintaannya
dengan Putri Maipa Daeng Nipati) dan sinriliq Kappalaq Tallumbatua (perahu
kapal yang terdiri dari tiga buah atau kisah tentang tiga buah kapal).
186