Page 203 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 203

Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4







           yang dilimpahkan oleh leluhur berupa adeq, atau petunjuk-petunjuk normatif
           dalam kehidupan masyarakat (Mattulada, 1985: 18). Naskah-naskah yang
           termasuk dalam jenis ini, antara lain rapang dan undang-undang kerajaan Gowa
           yang menjadi dasar dalam menjalankan pemerintahan dalam periode tertentu;
           atau di Kerajan Bone dikenal dengan sebutan Rapang ri lalenna Bone ri paliliqna
           (Rapang yang berlaku di kerajaan  Bone dan negeri-negeri taklukannya); serta
           adeq allopi-loping bicaranna pabbaluqé (hukum pelayaran dan perdagangan).
           Naskah-naskah ini berisi teks berupa kumpulan yurisprudensi, yang dijadikan
           perkara dalam memutuskan suatu perkara.


           Selain itu, terdapat jenis lontaraq, di antaranya lontaraq bilang, ulu ada, pau-
           pau kutika atau  pitika,  lontaraq pabbura,  assikalaibenengeng,  nippi  (tafsir
           mimpi), allaong nrumang, lopi (perahu), bola atau ballaq (rumah), lipa (sarung),
           senjata, surat-menyurat, ternak dan lain-lain. Lontaraq bilang  adalah catatan
           harian  ditulis  oleh  raja  atau  penulis  khusus  kerajaan  yang  diberikan  tugas
           khusus untuk itu. Ada dua lontaraq bilang yang sangat terkenal di Sulawesi
           Selatan, yakni Lontara Bilang Kerajaan Gowa dan catatan harian Raja Bone La
           Tenri Tappu. Sejumlah ahli menilai bahwa catatan harian semacam ini cukup        Ada dua lontaraq
                                                                                           bilang yang sangat
           unik dan hanya ditemui di Sulawesi Selatan (lih. Pradadimara dan Basia, 2014).   terkenal di Sulawesi
           Lontaraq  ulu ada  adalah  lontaraq  yang  berisi  perjanjian,  seperti  perjanjian   Selatan, yakni Lontara
           antarakerajaan (Mattulada, 1985: 18). Kepustakaan yang sangat umum adalah      Bilang Kerajaan Gowa
           tulisan mengenai hal-ihwal pertanian dan perbintangan yang disebut lontaraq   dan catatan harian Raja
           allaong nrumang dan pananrang, yang sering dikaitkan dengan pau kutika atau    Bone La Tenri Tappu.
                                                                                          Sejumlah ahli menilai
           pitika, yaitu catatan perhitungan waktu atau hari (Pelras, 2006: 245). Pau kutika   bahwa catatan harian
           memberi petunjuk tentang waktu-waktu yang baik untuk memulai pekerjaan di     semacam ini cukup unik
           sawah, mendirikan rumah, menempati rumah baru, dan sebagainya. Lontaraq        dan hanya ditemui di
           pabbura berisi tentang cara pengobatan dan ramuan obat-obatan dari tumbuh-       Sulawesi Selatan.
           tumbuhan. Lonttaraq assikalaibinengeng berisi tentang doa-doa dan tata cara
           hubungan seks suami-isteri. Adapun lontaraq tentang ternak adalah petunjuk
           tentang tata cara memelihara ternak, seperti  lontaraq manuk atau  lontaraq
           jangang(ayam),  lotaraq kongkong atau  lontara asu  (anjing)  dan lain-lain
           (Manyambeang, 1997: 73-75).

           Selain yang disebutkan di atas, dalam kepustakaan Bugis dan Makassar terdapat
           pula lontaraq keagamaan. Lontaraq tersebut berisi Alquran, azimat, dialog, doa-
           doa, hukum Islam, jual beli, khutbah, akhlak, tauhid/keimanan, tajwid, tasawuf,
           tarikat, akhbaru al-akhirah, talqiyamah, dan zikir. Lontaraq jenis ini dibicarakan
           pada sub pembahasan mengenai sastra Islam.

           Uraian  di  atas memperlihatkan  berbagai  hal  mengenai kepustakaan Bugis
           Makassar. Kepustakaan tersebut tidak hanya berupa karya kesusastraan,
           melainkan juga berisi hukum adat, silsilah raja-raja, catatan harian raja,
           pengetahuan tentang berbagai hal, dan keagamaan. Sebuah proyek mikrofilm
           naskah-naskah Sulawesi Selatan pada tahun 1992-1993 berhasil merekam
           4049 naskah (PaEni, 2003: viii), sehingga naskah-naskah tersebuh menjadi





                                                                                                189
   198   199   200   201   202   203   204   205   206   207   208