Page 268 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 268
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4
Endnotes
1 Bahasa Melayu-Minangkabau dipakai dalam karya-karya (naskah/manuskrip) beraksara
Jawi (tulisan Arab, bahasa Melayu) dan merupakan ciri khas bahasa naskah Minangkabau.
Menurut Chambert-Loir (2009: 325), kata Jawa bermakna 'segala sesuatu yang dimiliki
orang Jawa, yakni orang Islam di Asia Tenggara'. Penulis/ penyalin naskah Minangkabau,
umumnya, memelayukan kata-kata bahasa Minangkabau dengan berpedoman pada pola
yang sudah umum (analogi bahasa), sehingga terjadi semacam hiperkoreksi. Akibatnya,
banyak kata yang bukan kosakata bahasa Melayu dan bukan pula kosakata bahasa
Minangkabau muncul, seperti kata hangok 'napas' menjadi hangap--suku kata /-ok/ di
akhir kata bahasa Minangkabau berubah menjadi /-ap/ dalam bahasa Melayu, seperti kata
arok menjadi harap, sehingga hangok berubah menjadi hangap (Muhardi, 1986: 96-99;
Zuriati, 2009: 587; 2013: 74).
2 Lihat Braginsky, 1993:xi
3 Johns, 1961 :15
4 Zuriati, 2013: 15
5 Azra, 2003: 44
6 Zuriati, 2006:100
7 Wilkinson, 1959: 740-741; Gonda, 1973: 244
8 Wilkinson, 1959: 740-741; Gonda, 1973: 244
9 KBBI, 1997: 399, 629
10 Rosidi, 1995: 288
11 Junus, 1981: 214-215
12 Tamsil Medan 1988: 19
13 Zuriati, 2013 :15
14 Usman, 2009 :33-35
15 Lebih jauh , lihat Zuriati 2013:14
16 Tuju ruyuang dikenal juga dengan istilah gayuang dan juong, yakni sejenis magi hitam yang
mendatangkan penyakit kepada seseorang sampai seseorang itu meninggal (Pamoentjak,
1935: 71, 178; Usman, 2009: 306; Zuriati, 2013: 52-53).
18 Medan, 1966: 22-23; lihat juga Usman, 2009;476-477; Zuriati, 2013: 14
19 Lihat juga Usman 2009:13
20 Palasik adalah sejenis rohani yang menjelma sebagai sejenis belalang (Alam, 1917: 62-67).
Palasik membutuhkan darah segar para bayi agar dapat bertahan hidup. Oleh karena itu,
Tawa Tangka Palasik dipercaya berfungsi untuk melindungi para bayi tersebut, termasuk
ibu hamil dan ibu menyusui, dari gangguan palasik.
21 Zuriati, 2013: 14
22 Usman, 2009:478
23 Bailau merupakan sebuah pertunjukan sastra lisan Minangkabau yang terdapat, terutama
di Padang, Solok, dan Bayang. Sebagai seni pertunjukan, bailau yang berasal dari
tradisi manangkok harimau ‘menangkap harimau’ ini, berisi nyanyian dan pantun yang
didendangkan oleh sekelompok kaum perempuan dengan irama mendayu-dayu dan
bernada sedih (Lebih jauh, lihat Amir dkk., 2006; Sastri Sunarti dalam Djamaris, 2002: 26).
24 Iriak onjai merupakan satu bentuk sastra lisan daerah Rao, Pasaman. Tradisi ini adalah tradisi
mendendangkan pantun yang dilakukan oleh sekelompok laki-laki secara bergantian dan
bersahut-sahutan (lihat Amir, Ibid., 146).
25 Barombai adalah sebuah pertunjukan mendendangkan pantun yang terdapat di daerah
Sawahlunto Sijunjung. Awalnya, pertunjukan ini berasal dari sebuah tradisi berbalas pantun
yang dilakukan di sawah ketika masa turun ke sawah tiba. Barombai dipertunjukkan oleh
perempuan, antara 20 sampai dengan 25 orang (Ibid., 166-167).
26 Batintin merupakan tradisi berbalas pantun yang terdapat di Rao-Rao Kumango, Tanah
Datar. Pertunjukan ini berawal dari tradisi berbalas pantun yang terjadi ketika para anak
muda melakukan ronda malam. Berbalas pantun tersebut dilakukan untuk mengisi dan
menghilangkan rasa kantuk selama ronda. Batintin dipertunjukkan oleh dua kelompok
laki-laki berusia 17 tahun s.d. 35 tahun dan satu kelompok terdiri atas 5 orang sampai
dengan 20 orang (Ibid., 190-194).
254