Page 269 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 269

Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4







           27   Zuriati, 2006 :17 dan 217
           28   Djamaris, 2002: 18-26
           29   Calak ‘celak’ adalah batu asahan yang kasar (Usman, 2002: 212).
           30   Mardhotilah-islamic-deepfeeling.blogspot, diunduh pada 11 Mei 2014.
           31   islamic-deepfeeling.blogspot, diunduh pada 11 Mei 2014
           32   Djamaris, 2002:24
           33   Suryadi, 2004:22
           34   Pramono, 2013:1
           35   Zuriati, 2007: 264
           36   Yunus, 19992-3, 27
           37   tidak talok piluru artinya tahan peluru
           38   gapuro artinya gapura. Zuriati, 2013: 62
           39   Suryadi, 2004:187
           40   Yunus, 1999: 27
           41   Pada  awalnya,  istilah  “Kaum  Muda”  dan  “Kaum  Tua”  merujuk  pada  gerakan  Dt.  St.
                Maharaja  bersama 11 orang anggotanya dari daerah Darek yang menamakan diri sebagai
                Kaum  Muda  untuk  melawan    kalangan  “bangsawan”  Kota  Padang  dari  yang  mereka
                sebut  kelompok Kaum Tua (awal abad ke-20 (1905-an)). Gerakan ini bertujuan untuk
                mengajak masyarakat agar kembali pada adat Minangkabau yang asli. Gerakan ini,
                sekaligus, untuk memurnikan adat Minangkabau dari pengaruh adat kebiasaan orang
                Aceh  (kelompok  bangsawan  di Padang).  Kedua  istilah  itu  dipopulerkan  oleh  Dt.  St.
                Maharaja dalam berbagai pemberitaan di koran Pelita Kecil miliknya. Kemudian, istilah itu
                lebih merujuk pada golongan pembaharu dan golongan tradisional pada masa gerakan
                pembaharuan Islam di Minangkabau yang dimulai ketika H. Abdullah Ahmad dan H. Abdul
                Karim Amrullah kembali dari Mekah dengan membawa paham pembaharuan (Pramono
                dan Ahmad Taufik Hidayat, 2011: 1-2). Lebih jauh, lihat Schrieke, 1972: 43 dan 45; Latief,
                1988: 127-133).
           42   Pramono dan Ahmad Taufik Hidayat: 2011;2
           43   Yunus, 1999:59
           44   Istilah salawat dulang terdiri atas dua kata, yakni salawat dan dulang. Kata salawat berasal
                dari bahasa Arab, salawat, dan merupakan bentuk jamak dari kata salat, yang berarti doa-
                doa (Wilkinson, 1959: 1002). Salawat tersebut berbentuk syair dan disampaikan dengan
                cara didendangkan atau dilagukan. Bait-bait syair yang didendangkan berisi ajaran-ajaran
                Islam. Sementara, dulang adalah sejenis talam atau nampan yang terbuat dari kuningan
                yang digunakan sebagai alat musik pengiring syair yang didendangkan itu dengan cara
                ditabuh. Biasanya, dulang yang digunakan berdiameter 65 cm. Pendendangan syair yang
                diiringi oleh tabuhan dulang tersebut dilakukan secara kelompok (grup), paling kurang,
                oleh dua kelompok (grup).
           45   Amir, 1999:19
           46   Amir dkk, 2006:57
           47   Amir, 1991:18
           48   Amir, 1991:35
           49   Amir, 2009: 53-76
           50   Maratok 'meratap' adalah   kebiasaan menangisi mayat sampai hysteria, sambil berucap
                hal-hal yang baik tentang orang yang baru meninggal  itu atau kesedihan dan penyesalan
                atas kematiannya.  Maratok, umumnya, dilakukan dengan cara menyakiti diri, seperti
                menepuk dan memukul dada dan badan  mereka, atau dengan mengelus badan si mayat
                (Lihat Zuriati, 2007: 265).
           51   Zuriati, 2007: 263-264
           52   Zuriati, 2007: 269
           53   Zuriati, 2007: 269-270
           54   Zuriati, 2007:270









                                                                                                255
   264   265   266   267   268   269   270   271   272   273   274