Page 264 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 264
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4
adat, seperti menyabung, berjudi, bergelanggang, berserunai, bersalung, dan
berebab” (ML 431) (Zuriati, 2007: 109-110).
94
Selain bentuk-bentuk hukum adat yang dihilangkan karena bertentangan
dengan hukum Islam (syarak) dan digantikan dengan hukum Islam (syarak)
tersebut, teks UUM juga memperlihatkan bentuk-bentuk hukum adat yang
bersesuaian atau tidak bertentangan dengan hukum Islam (syarak). Bentuk-
bentuk hukum tersebut diterima dan disempurnakan oleh hukum Islam (syarak),
yang diperkuat dengan dalil atau hadis dan atau disempurnakan dengan kitab
Allah. Contohnya dapat dilihat pada pasal yang menyatakan hukum orang
salah, seperti membunuh dan menikam. Hukuman bagi orang yang melakukan
perbuatan salah tersebut adalah diat atau kisas. Begitu pula, dalam teks UUM
juga terdapat aturan-aturan yang semuanya berasal dari hukum Islam (syarak),
seperti pasal-pasal yang terdapat pada bagian hukum; dakwa, jawab, dan saksi;
hakim; pernikahan; dan perniagaan. Sebagai penanda awal, hal itu ditunjukkan
oleh, misalnya, pemakaian istilah-istilah yang berasal dari syarak, terutama fikih,
seperti istilah-istilah yang dipakai pada pasal yang menyatakan bagi dakwa,
pasal bagi jawab, pasal bagi bunuh, pasal syahadah (orang atau saksi yang
berdiri dan didirikan mengetahui pekerjaan kedua belah pihak), pasal rukun
dakwa (si mendakwa, si menda’alih, si menda’ibah, dan lafal dakwa), dan pasal
nama-nama luka .
95
Dalam perjalanan hukum adat di bawah pengaruh hukum Islam (syarak)
tersebut, terdapat satu persoalan (adat) yang masih belum sesuai atau belum
berbetulan dengan hukum Islam (syarak), yaitu persoalan harta pusaka. Menurut
adat, harta pusaka diturunkan kepada kemenakan, sedangkan menurut hukum
Islam (syarak), harta pusaka diturunkan kepada anak. Hal itu dapat dilihat dalam
penjelasan yang menyatakan, bahwa sebelum harta pusaka diturunkan kepada
kemenakan, harta pusaka itu sudah diturunkan kepada anak. Akan tetapi,
kemudian, harta pusaka itu diturunkan kepada kemenakan, dengan alasan,
bahwa hanya kemenakanlah yang mau berkorban untuk mamaknya, sedangkan
pihak anak sendiri tidak mau berkorban untuk bapaknya. Hal itu dapat dilihat
melalui pasal yang menyatakan sebab pusaka turun kepada kemenakan (ML
428; 23), yang berisi tentang kapal Datuk Ketemanggungan dan Datuk Perpatih
nan Sabatang terkalang di pasir, ketika akan berlayar. Ketika itu, tidak seorang
pun dari anak-anak mereka yang bersedia membantu dengan cara menjadi
pengalang kapal. Para kemenakanlah yang rela berkorban dan bersedia menjadi
pengalang kapal itu, sehingga dapat melaju ke lautan. Itulah yang dijadikan
alasan, mengapa harta pusaka itu turun kepada kemenakan.
96
Sementara itu, pengaruh tasawuf yang sangat nyata dapat dilihat melalui
kehadiran unsur-unsur tasawuf pada teks, yang sudah terlihat pada bagian awal
teks (bagian asal-usul UUM atau bagian tambo). Hal itu tampak pada pasal
kejadian Nabi Adam a.s., pasal kejadian Nur Muhammad s.a.w., dan alam.
250