Page 260 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 260
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4
Karena harga diri raja terhina, Dang Tuanku memerintahkan Cindua Mato
menculik Puti Bungsu ke Sikalawi untuk dibawa ke Pagaruyung. Cindua Mato
berhasil, tetapi, kemudian, dua kerajaan menjadi heboh, dan memicu terjadinya
peperangan antara Pagaruyung dan Sungai Ngiang.
Dalam kelembagaan politik, Islam telah menyempunakan lembaga yang,
awalnya, hanya terdiri atas Raja Adat dan Raja Alam dengan Raja Ibadat.
Kemudian, ketiganya dikenal dengan Rajo Nan Tigo Selo. Raja Adat yang
semula mengurus hal-hal yang berkenaan dengan pemerintah menjadi khusus
mengurusi bidang adat. Sementara itu, pemerintahan diurus oleh Raja Alam
dan bidang keagamaan diurus oleh Raja Ibadat. Raja Adat berkedudukan di
Buo, Raja Ibadat berkedudukan di Sumpur Kudus, dan Raja Alam berkedudukan
di Pagaruyung. Kekuasaan tiga serangkai itu diperkuat oleh Basa Ampek Balai,
yaitu Bandaharo di Sungai Tarab, Tuan Kadi di Padang Ganting, Mangkudum
di Suruaso, dan Indomo di Sumanik. Basa Ampek Balai ini dalam Kaba Cindua
Mato banyak memainkan peranan. Ketika peristiwa Cindua Mato melarikan Puti
Bungsu, misalnya, Bundo Kandung meminta Basa Ampek Balai menyidangkan
masalah penculikan yang telah dilakukan oleh Cindua Mato tersebut.
Namun, pengaruh dan nilai-nilai Islam dalam Kaba Cindua Mato masih
Kaba pada umumnya menunjukkan toleransi terhadap hal-hal yang, sesungguhnya, tidak berkenan
merupakan bentuk dalam Islam. Hal itu, sekaligus, mengindikasikan bahwa kaba pada umumnya
(karya) sastra (lisan) dan cerita Kaba Cindua Mato ini pada khususnya juga merupakan salah satu
yang dipakai sebagai
alat untuk syiar ajaran bentuk (karya) sastra (lisan) yang dipakai sebagai alat untuk syiar ajaran Islam
Islam oleh para sufi, oleh para sufi, yang juga menguasai ilmu magi dan memiliki kekuatan yang
85
yang juga menguasai menyembuhkan. Hampir semua tindakan ‘kepahlawanan’ Cindua Mato dan
ilmu magi dan memiliki juga Dang Tuanku dibantu oleh berbagai macam kepandaian alemu dunia ‘ilmu
kekuatan yang dunia’. Menurut teks, selain ilmu akhirat (ilmu agama), Dang Tuanku dan Cindua
menyembuhkan.
Mato serta keturunannya juga harus menguasai berbagai bentuk ilmu dunia
(ilmu magi). Oleh karena itu, banyak bentuk magi yang dikuasai oleh kedua
tokoh tersebut, seperti pigariang, piganta, pitanggang, alimunan, pitunduak,
86
pilayah, dan pitunang .
Sebelum berangkat ke Nagari Sungai Tarab hendak meminang Puti Lenggo Gini,
misalnya, Dang Tuanku dan Cindua Mato makan sirih tiga kunyah, disemburkan
kiri dan kanan, menghadap ke langit dan menekur ke bumi, memberi salam
kiri dan kanan, lalu teringat dalam hati berbagai bentuk ilmu dunia yang telah
disebutkan di atas, seperti pitanggang alimunan, pitunduak dan pilayah, dan
pigariang dan piganta. Setelah itu, mereka baru memulai perjalanan menuju
Sungai Tarab. Berbagai ilmu tersebut juga digunakan oleh Cindua Mato dalam
perjalanan menculik Puti Bungsu ke Sungai Ngiang untuk dibawa ke Pagaruyung
sesuai perintah Dang Tuanku. Karena perjalanan menuju rantau Sungai Ngiang
sangat berbahaya dan akan berhadapan dengan Imbang Jayo yang kuat dan
kebal, Cindua Mato juga diperlengkapi oleh Dang Tuanku dengan kuda, yang
246