Page 258 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 258

Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4







                                    Sabai Nan Aluih, Kaba Puti Talayang, Kaba Bujang Paman, Kaba Tuanku Lareh
                                    Simawang,  Kaba  Manangkaerang,  Kaba Sutan Pangaduan (Kaba Gombang
                                    Patuanan), dan Kaba Talipuk Layua. Sementara itu, kaba tidak klasik bercirikan
                                    (1) Ceritanya tentang seorang anak muda yang miskin, tetapi karena usahanya
                                    dalam perdagangan berhasil, dia berubah menjadi seorang yang kaya dan
                                    dapat menyumbangkan kekayaannya bagi kepentingan keluarga matrilinealnya
                                    sehingga dia berbeda dari  mamak (saudara laki-laki ibu)-nya; (2) Ceritanya
                                    dianggap berlaku pada masa lampau yang dekat, yaitu sekitar abad ke-19 atau
                                    sekitar permulaan abad ke-20. Kaba ini—seperti umpamanya Kaba Amai Cilako
                                    dan Kaba Siti Nurlela dan Siam-- bercerita tentang manusia biasa, manusia yang
                                    tidak memiliki kekuatan supernatural.  .
                                                                        78
                                    Menurut Muhardi, kaba sebagai cerita lisan mulai dituliskan oleh para penyalin
                                    sejak abad ke-18 dengan menggunakan aksara Arab-Melayu (Jawi), seperti Kaba
                                    Cindua Mato, Kaba Tuanku Mualim Dewa bagalar Tuanku Gombang Patuanan,
                                    Hikayat (Kaba) Puti Linduang Bulan, dan Hikayat (Kaba) Puti Balukih. Kemudian,
                                    ia juga disalin dengan menggunakan aksara Latin pada kira-kira pertengahan
                                               79
                                    abad ke-19  . Pembauran tradisi kaba dan hikayat dapat dilihat pada sebagian
                                                                                           80
                                    besar teks kaba tertulis. Dengan demikian, menurut Yusuf  , kaba tertulis dapat
                                    pula dikelompokkan menjadi dua, yaitu kaba murni dan kaba-hikayat.
                                    Kaba murni ditandai dengan pembukaan yang menyebutkan bahwa cerita yang
                                    akan dipaparkan kepada publik adalah cerita yang berasal dari orang lain dan
                                    gaya kaba lisan yang berupa keseimbangan jumlah kata yang digunakan untuk
                                    mengungkapkan satu kesatuan makna, irama, dan keselarasan bunyi yang
                                    ditampilkan sejak awal kaba tetap dipertahankan serta, biasanya, tidak ditandai
                                    dengan bacaan basmallah pada bagian permulaan. Sementara, kaba-hikayat,
                                    biasanya, ditandai dengan basmallah pada bagian awal teks, dan diikuti oleh
                                    kalimat-kalimat pembukaan seperti yang lazim ada pada hikayat. Contohnya
                                    dapat dilihat pada pembukaan Hikayat Puti Balukih (Naskah ML. 705, Koleksi
                                    Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Jakarta) seperti berikut ini:


                                          Bi’smi ‘l-Lahi ‘r-rahimi. Wa bihi nas ta inu (Sic.) bi ‘l-Lahi ‘Ala.

                                          Inilah hikayat pado manyatokan Puti Balukih dari kaciak lalu kapadao
                                          basanyo lalu kapado Nabi Allah Sulaiman.


                                          Mangko dikaluarkanlah Malin Sagia dalam hadis nan mulia-mulia handak
                                          manimbali Malin Deman. Adapun hikayat Malin Deman tidak kalua
                                          dalam hadis. Mangko takana dalam hati bak ka pambuek satu kaba akan
                                          palengah-lengah puaso, ado kurang ado batambah-tambah sadikik dalam
                                          patuik, barang nan patuik pado rajo, barang nan patuik pado puti karano
                                          kito mamuliakan supayo birahi urang mudo.








                    244
   253   254   255   256   257   258   259   260   261   262   263