Page 257 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 257
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4
umat manusia. Hal itu dapat dilihat dalam salah satu variasi pantun pembukaan
kaba seperti di bawah ini:
Kaik bakaik rotan sago
Pilin bapilin aka baha
Mulo di langik tabarito
Jatuah ka bumi jadi kaba
(Saling terkait rotan saga
Pilin berpilin akar bahar
Bermula di langit terberita
Jatuh ke bumi jadi kabar)
Sebagai sastra lisan, kaba dihadirkan dengan sarana lisan. Biasanya, pelisanan
itu dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan cara mendendangkan dan dengan
cara mendramakan. Kaba Zamzami, misalnya, didendangkan dalam pertunjukan
yang dikenal dengan Dendang Pauh yang terdapat di Padang. Contoh lain
dapat dilihat pada Kaba Anggun Nan Tungga dan Kaba Sutan Pangaduan. Kaba
Anggun Nan Tungga didendangkan dalam pertunjukan Si Jobang yang terdapat
di Payakumbuh dan Kaba Sutan Pangaduan didendangkan dalam pertunjukan
Bataram yang terdapat di Pesisir Selatan. Kaba-kaba yang dipertunjukkan tidak
hanya berbentuk prosa liris, tetapi juga ada yang berbentuk pantun, seperti
kaba-kaba yang didendangkan pada Dendang Pauh. Berbagai pertunjukan kaba
tersebut bersifat kanagarian, artinya, suatu jenis pertunjukan kaba yang terdapat
dalam suatu nagari atau suatu daerah tidak dikembangkan di daerah lain. Akan
tetapi, masyarakat daerah lain tersebut dapat mengapresiasinya dengan baik,
bahkan mengundangnya untuk dipertunjukkan di daerahnya. Sementara,
kaba yang didramakan dikenal dengan randai, yakni drama tradisional untuk
menyampaikan kaba. Kaba-kaba yang sering dipertunjukkan dalam randai
tersebut, seperti Kaba Cindua Mato, Kaba si Umbuik Mudo, dan Kaba Sabai
Nan Aluih.
Berdasarkan cerita, kaba--yang tidak hanya merupakan media bagi penyampaian
nilai-nilai (baik dan buruk) tetapi juga sekaligus merupakan nilai-nilai itu sendiri
76
-- dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu kaba klasik dan kaba
77
tidak klasik. Akan tetapi, dua kelompok ini tidak bersifat mutlak. Junus
menjelaskan bahwa ciri-ciri yang dimiliki oleh kaba klasik, ialah (1) Ceritanya
sekitar perebutan kekuasaan antara dua kelompok; (2) Ceritanya dianggap
berlaku pada masa lampau yang jauh, yaitu mengenai anak raja yang memiliki
kekuatan supernatural. Contoh kaba klasik ini, yaitu: Kaba Cindua Mato,
Kaba Anggun Nan Tongga, Kaba Malin Deman, Kaba Umbuik Mudo, Kaba
243