Page 252 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 252
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4
Awak bansat amalan tidak
Bagaimana akan pulang ke negeri
Kaji tarekat nan diyakini
Nak nyata wujud yang Mutlak
Kalau nan bansat kata kaji
Jahil dan fasik nan terdegak
Kaji dalam teks ini disampaikan melalui ingatan tentang mati, sebagaimana
yang diperlihatkan dalam bagian “ratap Fatimah” dan “ratap zaman”. Hidup di
dunia yang hanya sementara diumpamakan sebagai berkebun dengan hasilnya
dipetik di akhirat. Mereka yang ingat akan mati tidak akan karam ke lautan
api neraka. Ingatan akan mati adalah juga dasar pemikiran orang sufi. Dengan
demikian, Nazam Ratap Fatimah yang dibacakan atau diratapkan di rumah
duka mendapatkan konteksnya. Di samping itu, teks ini juga mengisyaratkan
bahwa sang pengarang mungkin sekali tidak hanya belajar tarekat Syatariyah
di Pariaman. Besar kemungkinan ia juga mempelajari tarekat yang lain, seperti
Naqsyabandiyah. Hal ini bisa dipahami juga karena tarekat Naqsyabandiyah
berkembang di Batusangkar, terutama di Kumango, setelah dibawa Syeikh
Simabur. Bait berikut ini memperlihatkan kemungkinan ini.
Jalan tauhid wujud mutlak
Bak dipegang selamanya
Jangan ragu karena kaji banyak
Kalimat tauhid nan isinya
Kaji yang tersebut pada baris ke-3 di atas merujuk pada tarekat. Meskipun
banyak alirannya, semuanya berintikan tauhid. Setiap aliran tarekat itu hanya
dibedakan oleh cara yang ditempuh masing-masing.
64
Sementara itu, tahun 1960 sebagai tahun penyalinan naskah merupakan
masa dalam periode gerakan Kaum Tua Minangkabau, angkatan ke-3 (antara
1928 hingga 1950) setelah periode angkatan pertama (1907-1928). Kaum Tua
adalah golongan masyarakat yang membenarkan dan merasa berkewajiban
mempertahankan aliran tarekat yang mu’tabarah. Selain itu, mereka ingin
mempertahankan tradisi, adat kebiasaan yang telah melekat dalam berbagai
65
macam amalan keagamaan, yang dipandang Kaum Muda sebagai “bid’ah”.
238