Page 572 - SKI jld 3 pengantar menteri Revisi Assalam
P. 572
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 3
akhir abad 16, seorang pelaut Belanda bernama Boxer pernah menulis bahwa
Portugis harus bermitra dengan orang Aceh jika ingin mendapatkan stok lada
yang mereka inginkan. Kapal dari Surat dan Cambay datang setiap tahunnya
untuk memuat perhiasan dalam jumlah besar dan (boleh jadi) lada Aceh ke Laut
Merah.
14
Di tahun yang sama, pernah dikatakan ada orang Aceh yang mengekspor rempah-
rempah menggunakan kapal Gujarat ke Jeddah setiap tahun. Dari pelayaran
antara Aceh–Jeddah, terdapat asumsi ada orang Aceh yang sengaja ikut kapal
itu untuk menunaikan ibadah haji. Adalah logis kiranya jika menumpang kapal
sampai Jeddah mengingat pelabuhan ini termasuk pelabuhan terakhir, untuk
selanjutnya si penumpang bisa melanjutkan perjalanan ke Haramain. Meskipun,
kemungkinan perjalanan tersebut terjadi amat kecil, karena munculnya berbagai
manuver politik yang diarahkan pada umat Islam sedbagai dampak lanjutan
dari berkuasanya Portugis di Malaka. Perlu ditekankan bahwa dampak yang
15
diakibatkan aktivitas perniagaan Portugis di Nusatara adalah meningkatnya
gairah politik para penguasa dan pedagang Muslim. 16
Selain dilandasi faktor perdagangan, keinginan penduduk Nusantara untuk
berhaji juga disebabkan kedatangan ulama-ulama dari Arab ke gugusan
kepulauan ini. Hal ini terbuki ketika Ibnu Batutta singgah di Perlak dan Pasai.
Ia melihat raja yang berkuasa, Sultan Malik al-Zahir, secara reguler berdiskusi
membahas masalah keagamaan dengan ulama yang datang atau belajar di
Arab, di antara mereka adalah Kadhi Syarif Amir Sayyid dari Syiraz dan Tajuddin
dari Isfahan.
17
Dalam Bustan al- Salatin yang ditulis oleh Nuruddin Ar-Raniri, juga disebutkan
bahwa pada masa Sultan Husayn (1571-1579) terdapat ulama bernama
Muhammad Azhari yang dikenal dengan gelar Syekh Nur al-Din datang dari
Mekah ke Aceh semata-mata untuk mengajar ilmu Agama Islam dan Ilmu logika.
Ia menjadi guru selama tujuh tahun. Selain itu, masih banyak lagi ulama lain
18
yang namanya tidak asing lagi bagi masyarakat Nusantara, di antaranya Hamzah
Fansuri, Samsuddin as-Sumatrani, Nuruddin ar-Ranir dan, Abd. Rauf al-Singkili.
Juga tidak ketinggalan nama-nama besar lainnya seperti Syekh Abu al-Khair bin
Syekh bin Hajr, Syekh Muhammad Yamani, Syekh Muhammad Jilani bin Hasan
bin Muhammad. Mereka memiliki posisi sentral dalam jaringan keilmuan Aceh.
19
Transmisi ilmu keagamaan yang dilakukan mereka berdampak positif
mencerdaskan masyarakat. Pandangan orang-orang yang ingin memperdalam
ilmu tertuju ke dunia Arab (Mekkah) sebagai sumber ilmu pengetahuan Islam.
Itulah sebabnya banyak orang melayari samudra menuju Mekah, dan di sana
otomatis sekaligus menunaikan ibadah haji. Apalagi di antara mereka ada
yang bermukim lama di sana, tentu setiap tahun dapat menunaikan ibadah
haji. Hanya saja, perjalanan menuju Mekah itu memerlukan kesiapan fisik
dan keuangan yang cukup karena harus menempuh pelayaran cukup lama.
556