Page 574 - SKI jld 3 pengantar menteri Revisi Assalam
P. 574
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 3
dengan saudara-saudara seiman mereka di sana. Kerjasama strategis religio-
politik yang ditetapkan Kesultanan Aceh dan Dinasti Usmaniyah semakin
memperlancar pelayaran di Lautan India menuju Jeddah. Hal itu berimplikasi
positif bagi meningkatnya kuota jamaah haji yang hadir di Tanah Suci.
Memasuki abad 17, banyak kerajaan Muslim di Nusantara berada dalam
hubungan yang konstan dengan Hijaz. Di Pulau Jawa, sebuah kerajaan
Islam besar lainnya, yakni Kerajaan Mataram, sedang bergeliat meraih masa
keemasannya. Dalam kebijakan politik manca negaranya, kerajaan ini juga
menjalin diplomasi dengan Syarif Mekkah, dan salah satu hasilnya adalah bahwa
Raja Mataram memperoleh gelar sultan dari penguasa Tanah Suci ini. Adalah
Pangeran Rangsang, penguasa Mataram kala itu, mengirim duta ke Mekkah
pada 1641 sebagai upaya mendapatkan legitimasi sebagai penguasa Muslim
dari pusat keagamaan Islam itu.
Utusan Mataram itu menumpang kapal Inggris yang berlayar ke Surat di kawasan
India. Dari sana, perjalanan dilanjutkan ke Jeddah dengan kapal Muslim.
Syarif Mekkah mengabulkan keinginan Pangeran Rangsang dan mengakui
kedudukannya sebagai sultan. Pangeran Rangsang inilah yang kemudian lebih
dikenal sebagai Sultan Agung, penguasa terbesar kerajaan Mataram. Sebagai
bentuk syukur dan ucapan terima kasih atas anugerah yang dilimpahkan
penguasa Haramain kepadanya, Sultan Agung mengirimkan sekelompok orang
Jawa membawa hadiah kepada Syarif Mekkah, sekaligus menunaikan ibadah
haji atas namanya. Ini dilakukan pada tahun berikutnya. Mereka segera berlayar
menuju Hijaz dengan kapal Inggris. Sayangnya, di tengah perjalanan, mereka
dihadang dan diserang angkatan laut Belanda di sekitar pantai Batavia dan
hanya satu anggota delegasi yang selamat. Ia dikirim kembali oleh Belanda ke
Mataram dan dipesankan padanya menyampaikan persyaratan-persyaratan
yang ditentukan Belanda untuk pelayaran jamaah haji dari Jawa melalui lepas
pantai Batavia. Salah satu syarat pokok yang diminta Belanda adalah bahwa
Mataram harus membebaskan tawanan-tawanan Belanda yang ditahan di
Mataram. 24
Selain Sultan Agung, penguasa Jawa lainnya yang mendapat gelar sultan dari
Syarif Mekkah adalah raja Banten, Abdul Qadir (1626-1651). Dia mendapat
gelar sultan sebagai hadiah dari misi khusus yang dikirimkannya ke Tanah Suci
pada tahun 1638. Di samping itu, Sultan Banten ini diceritakan telah menerima
buah tangan dari penguasa Haramain berupa bendera dan pakaian suci dan apa
25
yang dipercayai sebagai bekas jejak kaki Nabi SAW. Hingga menjelang abad
ke 17 M, hubungan keduanya ditandai dengan pertukaran surat menyurat dan
hadiah antara penguasa istana Banten dan penguasa Haramain.
Jaminan keamanan maritim dan semakin tegaknya supremasi politik dan militer
Islam di sepanjang jalur pelayaran internasional, terutama yang mempertalikan
Nusantara dengan Timur Tengah, menjadi latar belakang semakin banyaknya
558