Page 178 - Naskah Gubernur Pertama di Indonesia
P. 178
164 Gubernur Pertama di Indonesia
Rakyat di Kota Baru dan Amuntai. Ia biasa bermain dengan teman-
temannya yang berasal dari rakyat jelata, menguber burung burak-
burak di semak-semak karamunting. Pada 1911, Mohammad Noor
5
melanjutkan pendidikan di HIS (Hollands Inlandse School) di
Banjarmasin. Orangtuanya saat itu bertugas di Pantai Hambawang,
sebuah kota kecil antara Amuntai dan Barabar. Saat pulang liburan,
Mohammad Noor harus menempuh perjalanan sekitar 155 kilometer
dengan rute yang cukup ekstrem, dari Sungai Buluh melintasi Danau
Bangkau menggunakan jakung—sejenis perahu kecil. Perjalanan dari
Banjarmasin ke Kota Pantai Hambawang membuatnya makin
mengenali alam Kalimantan dengan potensi air melimpah yang
menjadi sumber kehidupan namun sekaligus juga bencana banjir
yang ia saksikan hampir setiap tahun. Dalam perjalanan itu pula, ia
menyaksikan betapa orang Banjar yang bekerja keras dalam
kehidupannya di sekitar sungai.
Bagi Mohammad Noor, perjalanan itu melahirkan imajinasi
tersendiri tentang Kalimantan. Kekayaan alam melimpah, kehidupan
di sungai beserta keuletan penduduk di sekitarnya, kemiskinan,
ketertinggalan, dan sekaligus kebanggaan sebagai orang Kalimantan
adalah narasi-narasi yang terekam dalam memorinya yang kelak
berpengaruh pada langkah-langkahnya, terutama ketika ketika
dihadapkan pada pilihan-pilihan sulit era revolusi.
Pada 1917, Mohammad Noor melanjutkan pendidikan di HBS
(Hogere Burger School) di Surabaya dan menyelesaikan ujian akhir
pada 1923. Pada tahun itu, Ratu Intan binti Pangeran Giri, ibundanya,
meninggal dunia. Peristiwa itu menjadi pukulan berat bagi
Mohammad Noor. Di tengah duka yang mendalam itu, ia menikah
dengan Gusti Aminah binti Gusti Mohammad Abi.
Setelah menikah, Mohammad Noor melanjutkan pendidikan
ke THS (Technische Hooge School) di Bandung pada pertengahan
1920-an. Lingkungan sekolah mempertemukannya dengan Sukarno
dan pemuda-pemuda pergerakan lainnya di Bandung. Ia aktif dalam
berbagai diskusi pergerakan nasional dan menjadi anggota Jong
Islamieten Bond. Pada 1927, Mohammad Noor meraih gelar insinyur