Page 21 - Naskah Gubernur Pertama di Indonesia
P. 21

8           Gubernur Pertama di Indonesia



            bertahan  selama  dua  tahun  di  volkschool,  kemudian  melanjutkan
            pendidikan di sekolah Belanda, Europeesche Lagere School (ELS), di
            Kota  Sigli  pada  1917.  Ini  adalah  sekolah  khusus  bagi  anak-anak
            bangsawan  dan  orang-orang  terkemuka.  Status  ayahnya  sebagai
            uleebalang  membuat  Hasan  diterima  masuk  di  sekolah  ini.  Sebagai
            satu dari sedikit pelajar bumiputra Aceh, selama tujuh tahun di ELS,
            Hasan  juga  mulai  belajar  bergaul  dengan  anak-anak  Belanda,  Indo,
            Manado dan Ambon.
                    Selain keseharian di sekolah, Hasan juga dididik oleh ayahnya
            untuk  bertani  dan  berburu.  Bagi  kaum  uleebalang,  berburu  adalah
            kegiatan yang menyerupai tradisi. Hasan dilatih oleh ayahnya untuk
            berburu dengan senapan dan diajari membuat peluru sendiri. Suatu
            kali, Hasan pernah ikut membantu menembak burung-burung elang
            yang  kerap  memangsa  anak-anak  ayam  milik  orang-orang  di
            kampung.  Kemampuannya  berburu  dikagumi  oleh  orang-orang  di
            kampung.  Berkat  bantuannya  mengatasi  serangan  burung  elang,
            Hasan diberi hadiah seekor ayam kampung. Ia tidak hanya cemerlang
            secara  akademis,  namun  juga  pandai  bergaul  dengan  berbagai
            kalangan.
                    Dalam  memoarnya,  Hasan  menyebutkan  bahwa  secara
            kebetulan ia memperoleh kesempatan mengikuti ujian sekolah tinggi
            di Batavia. Ia diterima di sekolah itu dan berarti harus meninggalkan
            rumah masa  kecilnya  pada 1924.  Sebelum meninggalkan kampung,
            Hasan menikah dengan Pocut Hijo, anak dari adik bungsu ayahnya.
            Mereka menikah di Kuta Tuha, persisnya di rumah pamannya, Teuku
            Manyak  alias  Teuku  di  Tiba.  Orang-orang  di  kampung  itu  percaya,
            siapa  pun  yang  menikah  di  Kuta  Tuha  kelak  menjadi  orang  yang
            terkemuka. Dari tempat itulah, jalan hidup Teuku Mohammad Hasan
            menuju  ke  arah  yang  berbeda  agaknya  tidak  pernah  terbayang
            sebelumnya.
                    Setelah berlayar selama tiga hari, Hasan tiba di Tanjong Priok
            dan menempati satu kamar di asrama Yayasan Pieterzoon Coen yang
            telah  dipesankan  oleh  asisten  residen  Belanda  di Sigli.  Pada  waktu
            itu,  asrama  itu  menjadi  persinggahan  bagi  para  pelajar  yang  ingin
   16   17   18   19   20   21   22   23   24   25   26