Page 24 - Naskah Gubernur Pertama di Indonesia
P. 24

Teuku Mohammad Hasan         11



               kehidupan di Negeri Belanda dan diperkenalkan dengan lingkungan
               kampus Universiteit Leiden, yang berjarak sekitar 16 kilometer dari
               Den Haag. Tidak berselang lama, Hasan pindah ke Leiden, indekos di
               Schelpenkade  49  yang  hanya  perlu  waktu  sekitar  10  menit  ke
               kampus.
                      Di  Universiteit  (atau  Rijksuniversiteit)  Leiden,  Hasan
               mendaftarkan  diri  di  jurusan  Indisch  Recht  atau  Hukum  Hindia
               Belanda.   Hasan    boleh   dikatakan   “beruntung”   karena    ia
               berkesempatan  mendapat  ilmu  langsung  dari  pakar  hukum  dan
               kebudayaan koloni yang sangat dikenal pada waktu itu seperti Van
               Vollenhoven, Cleverings, Van den Berg, Kern, dan Snouck Hurgronje.
               Ia memperoleh materi berbagai topik, mulai dari hukum adat, sejarah
               Islam, bahasa Melayu, Bahasa Arab dan ilmu tafsir serta analisa surat
               kabar Arab.
                      Sebagai  mahasiswa,  Hasan  rajin  mengikuti  diskusi  yang
               sering  digelar  Perhimpunan  Indonesia  (PI),  meskipun  ia  tidak
               menjadi  anggota  tetap  organisasi  mahasiswa  Indonesia  di  Negeri
               Belanda  itu.  Kala  itu,  PI  dipimpin  oleh  Achmad  Subardjo
               Djojoadisurjo,  dan  menerbitkan  majalah  Indonesia  Merdeka.
               Pengalaman  mengikuti  diskusi  yang  berpindah-pindah  lokasi,
               membuat  Hasan  berkenalan  dengan  Sjahrir,  Mohammad  Hatta,
               Mariah  Ulfah,  Rustam  Effendi,  Darsono  dan  Soumokil.  Oleh  teman-
               temannya di PI, Hasan dijuluki sebagai “profesor” karena giat belajar
               dan  berpembawaan  tenang.  Dalam  memoarnya,  Hasan  menulis
               bahwa aktivitasnya itu terdengar hingga ke Gubernur Van Aken dan
               asisten  residen  di  Pidie,  Jongejans.  Ia  menulis  surat  kepada  kedua
               pejabat kolonial itu,

                      Selanjutnya  J.  Jongejans  menulis  dan  mengajak  supaya  orang
                      Indonesia bekerja sama dengan orang Belanda untuk kepentingan
                      Indonesia. Waktu itu saya membaca kata-kata “untuk kepentingan
                      Indonesia,”  maka  hal  ini  bagaikan  kain  merah  bagi  banteng.
                      Sehubungan dengan surat itu, saya membalas surat asisten residen
                      Jongejans  sebagai  berikut  “bekerja  sama  dengan  Belanda  untuk
                      kepentingan  Indonesia  adalah  tidak  mungkin.”  Misalnya  tentang
                      tukang  jual  ikan  tidak  mungkin  bekerjasama  dengan  Uleebalang
   19   20   21   22   23   24   25   26   27   28   29