Page 28 - Naskah Gubernur Pertama di Indonesia
P. 28
Teuku Mohammad Hasan 15
presiden dan wakil presiden. Pada rapat itu, utusan dari berbagai
daerah dan golongan menyampaikan usul dan pendapatnya agar
dipertimbangkan sebagai dasar negara.
Sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim, ada
dorongan dari beberapa golongan untuk menyertakan kebutuhan
mayoritas tersebut dalam dasar negara. Ketegangan tidak terelakkan
ketika Ki Bagus Hadikusumo, delegasi dari Muhammadiyah
Yogyakarta, meminta agar dalam rancangan Preambule Undang-
Undang Dasar, dan Pasal 29, Ayat 1, ditambahkan kalimat, “Dengan
kewajiban melaksanakan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”
Mohammad Hatta kewalahan dengan argumentasi Ki Bagus
Hadikusumo, karena jika tidak menampung kepentingan kelompok
Muhammadiyah, kemungkinan tuntutan tersebut melebar ke
kelompok Muslim lainnya. Hatta kemudian mengutus Hasan untuk
membujuk Ki Bagus Hadikusumo agar bersedia memikirkan ulang
usulannya. Dengan pertimbangan bahwa perjuangan untuk mencapai
cita-cita sebagai negara-bangsa yang merdeka dilakukan oleh
berbagai kelompok dan golongan, Hasan mengajukan bahwa perlu
kesatuan yang teguh, terutama dalam menyusun dasar negara agar
tidak mengalami perpecahan. Dalam memoarnya, Hasan
menceritakan perundingan dengan Ki Bagus Hadikusumo tersebut,
“Antara lain saya mengemukakan bahwa dalam perjuangan
menuntut kemerdekaan Tanah Air perlu persatuan yang
bulat dari semua golongan untuk menghadapi musuh
bersama, jangan sampai Belanda memecah belah kita sama
kita dan mempergunakan golongan Kristen dan lain-lain
melawan golongan Islam dan sebagainya.”
3
Setelah perbincangan yang panjang, usulan Mohammad
Hasan disepakati oleh utusan yang lain untuk menggantikan kalimat
usulan Ki Bagus Hadikusumo dengan formulasi menjadi “Ketuhanan
Yang Maha Esa.”
Rapat persiapan tersebut juga menjadi awal pembentukan
Komite Nasional Indonesia (KNI) sebagai badan perhimpunan bagi