Page 32 - Naskah Gubernur Pertama di Indonesia
P. 32

Teuku Mohammad Hasan         19



               telegram pada 15 September, barulah Karim menceritakan mengenai
               kelahiran  Republik  di  Jawa  kepada  para  pemuda  yang  tidak
               bersinggungan dengan Mohammad Hasan dan dr. Amir.
                      Pada  23  September,  para  pemuda  tersebut  mengadakan
               pertemuan yang mengundang para elite politik senior, namun absen
               pada  saat  itu.  Pertemuan  itu  dibuka  dengan  pidato  revolusioner
               Abdul Razak dan B. H. Hutadjulu yang berasal dari lingkaran Bompa
               pimpinan  Karim.  Pertemuan  itu  melahirkan  kesepakatan  untuk
               membentuk  Badan  Pemuda  Indonesia  (BPI)  yang  bertujuan
               mempertahankan  kemerdekaan.  Di  tengah  konfigurasi  kekuatan
               yang  terpencar  itu,  Teuku  Mohammad  Hasan  dilantik  sebagai
               Gubernur  Sumatera,  dengan  ibu  kota  Medan,  pada  29  September
               1945. Hasan sendiri baru menerima telegram pengangkatannya dari
               Jakarta pada 2 Oktober.
                      Dengan jajaran pemimpin tokoh pemuda dari berbagai latar
               belakang  seperti  Ahmad  Tahir,  A.  Malik  Munir  dan  Sugondo
               Kartoprodjo,  BPI  mulai  melakukan  kunjungan  politis  sejak  30
               September  untuk  menyebarkan  kabar  mengenai  kemerdekaan
               kepada khalayak luas. Dalam hitungan hari, cabang BPI bertumbuhan
               di Langkat, Asahan, dan Tana Karo. Orang-orang muda mengenakan
               apapun  yang  berwarna  merah  dan  putih  dan  mempropagandakan
               apa-apa  yang  mereka  ketahui  tentang  Republik  yang  belum  lama
               lahir.
                      Bersamaan  dengan  itu,  Gubernur  Mohammad  Hasan
               mengeluarkan  dekrit  pertama  pada  3  Oktober,  bahwa  siapa  pun
               harus  menerima  perintah  langsung  dari  otoritas  Republik  dan
               berhenti bekerja dari kantor yang tidak boleh mengibarkan bendera
               Merah  Putih.  Para  pemuda  yang  bekerja  di  berbagai  kantor  sektor
               kunci seketika mematuhi arahan itu. Sementara di beberapa kantor,
               seperti  di  kantor  pos  dan  stasiun  kereta  api,  pengibaran  bendera
               mengalami kesulitan. Koran Soeloeh Merdeka diterbitkan sejak saat
               itu untuk menyebarluaskan kabar mengenai pengangkatan pejabat di
               Sumatera.  Pada  saat  itu,  kekuatan  gerakan  pro-Republik  menjadi
               semakin besar. Barulah pada 6 Oktober bendera Merah Putih secara
   27   28   29   30   31   32   33   34   35   36   37