Page 27 - Naskah Gubernur Pertama di Indonesia
P. 27
14 Gubernur Pertama di Indonesia
Namun, tentara Jepang melarang masyarakat Sumatera mengetahui
perkembangan situasi perang dengan menyita radio-radio milik
rakyat. Dalam keadaan yang terjepit, pada September 1944, Perdana
Menteri Jepang menjanjikan dalam parlemen untuk memberi
kemerdekaan bagi Indonesia, yang dimaksudkan untuk mendorong
milisi asal Indonesia membantu Jepang dalam perang Asia Timur
Raya.
Terdorong ingin segera meraih kemerdekaan Indonesia,
Hasan kemudian bergabung sebagai bendahara Bompa atau Badan
Oentoek Membantu Perang Asia Timur Raya di Medan. Badan ini
diketuai oleh Karim M.S., Moh. Yusuf, dr. Pirngadi, drh. Abdul Manaf
dan Sugondo Kartoprodjo. Berselang setahun dari pengumuman janji
kemerdekaan itu, Hasan diminta oleh Somubuco Handa untuk
menjadi anggota PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia)
sebagai utusan dari Sumatera. Ia menerima permintaan tersebut dan
berangkat ke Jakarta pada 13 Agustus 1945 bersama dr. Moh. Amir.
Penunjukan tersebut menjadi penanda babak baru dalam kehidupan
Teuku Mohammad Hasan.
Proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 menandai
akhir sejarah panjang penjajahan. Proses perpindahan kekuasaan
yang harus dilakukan dalam tempo sesingkat-singkatnya
mensyaratkan perumusan dasar negara yang adil bagi berbagai
kalangan di Tanah Air. Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
dibentuk untuk memberi pertimbangan mengenai hal-hal penting,
seperti pembagian wilayah, dasar negara dan kandidat yang sesuai
sebagai wakil pemerintah Republik Indonesia di Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Sunda Kecil.
Dalam perjalanan menuju Jakarta, Hasan dan dr. M. Amir
singgah di Singapura dan bersama Sukarno dan Hatta menumpang
kapal terbang Jepang menuju Jakarta. Bersama dengan para pejabat
Jepang, Hasan dan dr. Amir ikut ke Hotel Des Indes untuk
merumuskan dasar bagi kemerdekaan Indonesia. Pada 18 Agustus
1945, PPKI menggelar rapat di gedung bekas Raad van Indië di
Pejambon untuk menetapkan Undang-Undang Dasar serta memilih

