Page 52 - PEMBINAAN NOVIS
P. 52

Pembinaan Novis



                                          10.  FRANSISKUS DAN KITAB SUCI

               1.  PENDAHULUAN
                   Dalam Surat Wasiatnya Sto. Fransiskus menuliskan antara lain:
                   Dan  sesudah  Tuhan  memberi  aku  sejumlah  saudara,  tidak  seorang  pun  menunjukkan
                   kepadaku  apa  yang  harus  kuperbuat;  tetapi  Yang  Maha  Tinggi  sendiri  mewahyukan
                   kepadaku, bahwa aku harus hidup menurut pola Injil Suci.” (Was 14
                       Dari  apa  yang  tertulis  dalam  surat  wasita  tsb  menunjukkan  kepada  kita  bahwa  bagi
                   Fransiskus, Kitab Suci atau Injil adalah sabda Allah. Dengan demikian baginya Kitab Suci
                   bukanlah sekedar kumpulan kisah yang tidak bermakna serta statis yang dibaca di waktu misa,
                   kemudian kita tinggalkan menjalan kehidupan rutin sehari-hari, melainkan hendaknya dihayat
                   dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.

                   Thomas Celano menuliskan:
                   Ujud yang tertinggi, keinginan yang terutama dan niatnya yang terbesar ialah menepati Injil
                   Suci  dalam  segala-galanya  dan  selama-lamanya.  Dengan  segala  kewaspadaan,  segala
                   kerajinan  dan  segenap  keinginan  batin  dan  kehangatan  hati  dia  menurut  ajaran  dan
                   mengikuti jejak Tuhan kita Yesus Kristus secara sempurna. ( 1 Cel 84).

                       Dikarenakan Injil adalah sabda Allah sendiri, semnetara Fransiskus ingin menepati dalam
                   segala-galanya dan selama-lamanya, hal ini mengingatkan kita suasananya “damai sejahtera
                   atau syalom” di mana Allah menjadi semua di dalam semua (bdk 1 Kor. 15:28). Jadi damai
                   sejahtera telah terwujud dalam diri Sto. Fransiskus dengan mengikuti jejak (meniru) Yesus
                   Kristus,  maka  ia  telah  melaksanakan  aktualisasi  Kitab  Suci.  Dengan  demikian  dia  juga
                   menunjukkan  kepada  semua  orang  bahwa  siapa  saja  yang  berkeinginan  keras  mampu
                   menyerahkan diri, tanpa harus menjadi kurang manusiawi dan tanpa ketaatan  yang penuh
                   kesetiaan  kepada  pribadi  Yesus  tidak  lebih  dari  suatu  tanggung  jawab  secara  total  atau
                   menyeluruh, karena bukankah Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan isi dunia? Dengan
                   demikian Sto. Fransiskus secara tidak langsung telah melaksanakan misi untuk mengilahikan
                   dunia dan bekerja sama dengan tatanan alam jagat raya.

                   Selanjutnya Thoms Celano menuliskan:
                   Dalam  renungannya  terus  menerus,  ia  mengingat-ingat  sabda-sabda-Nya  dan  dalam
                   permenungan  yang  tajam  ia  memikirkan  lagi  karya-karya-Nya.  Terutama  kedinaan
                   penjelmaan-Nya  dan  cinta  kasih  dalam  sengsara-Nya  memenuhi  ingat-Nya  begitu  rupa,
                   sehingga ia tidak mau memikirkan sesuatu yang lain. (1 Cel 84)

                   Cinta kasihnya berakar pada Sang Sabda, yakni Allah yang telah menjelma menjadi manusia,
                   yang dipelajarinya melalui pengalaman hidupnya. Bila kita amati secara seksama, nampak
                   suatu identifikasi yang erat antara sabda yang tertulis dengan sang Sabda yang telah menjadi
                   manusia.  Itulah sebabnya bagi  Sto.  Fransiskus  tidak ada waktu  untuk  bermeditasi,  karena
                   semua waktunya dia habiskan melaksanakan sabda Allah dan berada secara pribadi bersama
                   Allah.

                   Benavontura meniliskan:
                   Sesudah itu ia mulai mencari tempat-tempa yang sunyi-sunyi, ini teman karib dalam duka
                   nestapa. Di situ ia dengan keluh kesa yang tak teerkatakan mengarah kepada Tuhan dengan
                   tak kunjung putus, ........ Nah, ketika ia pada suatu hari menyepi dan berdoa dengan sangat
                   dan dalam kelimpahan semangatnya terserap sepenuhnya dalam Allah, maka nampak Yesus
                   Krisus sebagai yang Terpancang di salib, menampakkan diri kepadanya. Dalam memandang
                   itu luluhlah jiwanya dan kenangan akan sengsara Kristus tertera begitu mendalam di dalam
                   lubuk hati, sehingga sejak itu bila mana ia teringat sejenak saja akan penyaliban Kristus, ia
                   hampir  tidak  dapat  menahan  air  mata  dan  keluh  kesah  keluar,  sebagaimana  ia  sendiri

                                                            132
   47   48   49   50   51   52   53   54   55   56   57