Page 55 - PEMBINAAN NOVIS
P. 55
Pembinaan Novis
senjata, pantang bagi sultan untuk menyerang orang yang tidak bersenjata. Kepolosannya dan
kesederhanaanya mampu menaklukkan sultan dan bersedia mendengarkan kotbah tentang
Kristus. Konon sampai berhari-hari sultan mendengarkan dengan penuh perhatian ketika
Fransiskus berkotbah kepadanya tentang Yesus Kristus dan karya-Nya. Reaksi Sultan Malik
al Kamil mengisyaratkan bahwa Fransiskus tidak “mengkristenkan” atau memaksakan
agamanya, dan juga tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran Nabi Muhammad, pendapatnya
dibenarkan oleh penasehat Sultan dalam perkara rahib yang bernama Eskrel Diny.
Sebaliknya, Sto. Fransiskus sangat tersentuh dengan sikap-sikap religius kaum Muslim,
panggilan dengan suara azan secara teratur dikumandangkan untuk beribadah. Terbayang
dalam benaknya bagaimana kalau suarau azan tsb digabungkan dengan suara lonceng gereja,
sehingga dengan demikian kaum Muslim dan Kristen bersama memuji Allah yang sama.
Fransiskus juga melihat bagaimana umat muslim “berwirid” memuji nama Tuhan dengan
tasbih sambil menunggu waktu berdoa, maupun waktu senggang. Suasana religius kaum
muslim menggugah iman Fransiskus untuk juga memuji nama Tuhan sebagaimana dilakukan
oleh kaum Muslim.
Suatu ketika dalam keheningan suasana pertemuan sultan beserta para pengiringnya
dengan Fransiskus, tiba-tiba ia dikejutkan oleh teguran Sultan:
“Hai Orang Suci, anak Allah, mengapa tidak pernah berdoa, berdoalah”.
“Berdoa? Oh pimpinan yang mulia, saya senantiasa berdoa, meskipun tidak sebanyak
yang Sultan lakukan.” Jawab Fransiskus, dan selanjutnya,”Namun ijinkanlah saya berdoa agar
kuasa setan yang bersarang dalam hati kita segera enyah, semoga Sultan bersedia
mendengarkannya.”
“Yah, Orang Suci, anak Allah, silahkan berdoa bagiku di hadapan hamba-hambaku yang
hadir dalam tenda ini,” sahut Sultan dengan ramah.
Fransiskus berlutut, matanya memandang mengintari kemah, hadir di situ Eskrel Diny,
penasehat sultan, Jacques de Vitry seorang padri atau biarawan, kemudian ia menundukkan
kepala dan berdoa:
Tuhan, jadikanlah aku pembawa damai.
Bila terjadi kebencian, jadikanlah aku pembawa cinta kasih.
Bila terjadi penghinaan jadikanlah aku pembawa pengampunan.
Bila terjadi perselisihan, jadikanlah aku pembawa kerukunan.
Bila terjadi kebimbangan, jadikanlah aku pembawa kepastian.
Bila terjadi kesesatan, jadikanlah aku pembawa kebenaran.
Bila terjadi kecemasan, jadikanlah aku pembawa harapan.
Bila terjadi kesedihan, jadikanlah aku pembawa kegembiraan.
Bila terjadi kegelapan, jadikanlah aku pembawa terang.
Ya Tuhan, Semoga aku lebih ingin menghibur daripada dihibur, memahami daripada
dipahami, mencintai daripada dicintai...
Sebab dengan memberi aku menerima, dengan mengampuni, aku diampuni.
Dengan mati suci, aku bangkit lagi untuk selama-lamanya. Amin.
“Amin”, jawab Sultan dengan sangat lembut, lalu lanjutnya dengan suara yang tetap
perlahan,”Oh orang Suci Anak Allah, dalam lubuk hatiku aku menginginkan lebih banyak lagi
orang yang seperti engkau. Sungguh sangat menyedihkan di dunia ini hanya mengenal dua
hal, yakni kekerasan dan kekuasaan”.
Sebagai rasa hormat dan penuh kekaguman sultan memberikan sebuah terompet gading,
yang hingga kini masih tersimpan rapi di sakristi Sacro Conventio (biara besar di samping
Basilika) di Assisi.
Sementara itu Jacques de Vitry juga diijinkan pulang ke negerinya, kemudian diangkat
menjadi uskup di Acri.
Dia sempat berkirim surat kepada sahabatnya di Lotharinget, antara lain mengisahkan
bahwa ia bertemu pendiri ordo fratres minores seorang sederhana yang tidak terpelajar,
135