Page 54 - PEMBINAAN NOVIS
P. 54
Pembinaan Novis
Saudara Petrus berkata:
“Di dalam rumah ini, kita tidak mempunyai sesuatu yang dapat kita berikan kepadanya,
sebab dia mengharapkan sedekah yang sedemikian besar sehingga mencukupi keperluan
hidupnya. Akan tetapi, di gereja kita masih memiliki satu buku Perjanjian Baru, yang kita
gunakan untuk bacaan waktu ibadat matutinum”. Waktu itu para saudara tidak
mempunyai buku ibadat harian, tetapi hanya beberapa buku mazmur.
Kata Fransiskus:
“Berikan buku itu kepada ibu kita supaya dia menjualnya untuk keperluannya. Saya yakin
sekali bahwa hal itu lebih menyenangkan Tuhan dan Santa Perawan, ibu-Nya dari pada
jika kalian menggunakan buku itu untuk dibaca.”
Maka dia berikan buku itu kepadanya.
(LegPer 93)
Demikian sikap Sto. Fransiskus terhadap Kitab Suci, demikian memberi penghormatan,
sehingga dianggap sepadan dengan harga hidup manusia. Baginya berkhotbah lebih baik
dengan teladan hidup dari pada dengan kata-kata yang muluk-muluk, sedang
kehidupannya sehari-hari jauh dari yang ia ucapkan. Bukankah setiap umat beriman
diwajibkan memaklumkan Kabar Sukacita, dan tidak seorangpun terkecuali dibernarkan
“berkotbah dengan kesaksian hidup”. Bukalah kesaksian hidupnya lebih berbobot dari
pada kesaksian di mulut belaka?
Perhatikan Wasiat-Wasiat Sto. Fransiskus di bawah ini:
Aku ini hamba semua orang, maka aku wajib melayani semuanya dan menyampaikan
firman Tuhanku yang harum mewangi kepada semua orang. (2 SurBerim2)
Semua saudara boleh berkotbah dengan perbuatan. (AngTBul XVII,3)
Sto. Fransiskus lambat menangkap panggilannya “pergilah dan perbaikilah rumah-Ku
yang akan roboh ini”, misi kerasulan sebagai pelaku firman adalah untuk memperbaiki
Gereja secara Universal dan dilanjutkan oleh para saudara-saudarinya yang ada. (bdk. 2
Cel 10-11). Sulit bagi kaum cendekiawan untuk memahami Sto. Fransiskus melulu secara
intelektual murni, karena ia bukanlah seorang terpelajar, namun seorang “mistikus” yang
diangkat oleh Gereja sebagai seorang Pujangga Gereja, sampai-sampai Paus Pius XI
berani memberi penilaian bahwa ialah orang kudus yang menyerupai Yesus.
3. KERASULAN FRANSISKAN DEWASA INI
Kita hidup dalam masyarakat yang sangat kompleks, dengna berbagai etnis, karenanya
kita harus mau menoleh ke belakang. Pengalaman Sto. Fransiskus yang mencoba untuk
menobatkan San Sultan ialah adanya jaminan tetap bahwa para saudara diperbolehkan tinggal
di Palestina dan di seluruh Timur Tengah. Akan tetapi pernahkah terlintas dalam benak kita
bagaimana usaha Sto. Fransiskus merintis jalan tsb?
Pertemuan antara Sto. Fransiskus dengan Sultan terjadi dalam konteks Perang Salib V,
yang terpicu oleh pidato Clermont dari Paus Urbanus II, yang menyerukan agar umat Kristiani
mempertahankan tempat-tempat sucinya. Perang salib adalah suatu cara untuk merebut
kembali tanah yang diambil oleh kaum Sarasen terus berlangsung dari tahun 1095. Pada masa
Paus Innocentius III tatkala terjadi kemenangan Las Navas atas kaum Sarasen di Spanyol
(1212) mengobarkan kembali semangat Perang Salib. Pada tahun 1218 laskar Perang Salib
mendarat di Mesir dan mengepung kota Damietta di mana musuh mereka Sultan Malik al
Kamil berada, namun gagal untuk menaklukkannya.
Sto. Fransiskus bersama saudara Iluminatus juga berhasil mendarat di Mesir dan
melanjutkan perjalanan ke Damietta, menuju perkemahan Sultan. Di tengah jalan mereka
ditangkap dan dibawa ke hadapan Sultan Malik al Kamil tanpa menyembunyikan identitasnya
dan jati dirinya.
Fransiskus mengatakan: “Saya adalah seorang Kristen”. Sultan sangat terkejut dan marah,
ingin ia menghajar manusia kecil itu. Namun tatkala dilihatnya Fransiskus datang tanpa
134

