Page 67 - PEMBINAAN NOVIS
P. 67
Pembinaan Novis
Discretiopun sebenarnya diperlukan tidak hanya oleh pengikut Fransiskus tetapi juga
oleh warga Gereja yang lain, sebab banyak pilihan yang lain tidak hanya menyangkut
baik dan buruk, namun juga yang terbaik bagi kesejahteraan umat beriman dan
kehidupan umat manusia.
Semoga kasihmu makin melimpah dalam pengetahuan yang benar dan dalam segala
macam pengertian, sehingga kamu dapat memilih apa yang baik, supaya kamu suci
dan tak bercacat menjelang hari Kristus, penuh dengan buah kebenaran yang
dikerjakan oleh Yesus Kristus untuk memuliakan dan memuji Allah. (Fil. 1:9-11)
20
7) Deliberatio: mengambil keputusan
Dari pengalaman batin dalam, pada akhirnya mampu membedakan cara pengambilan
keputusan, selaras dengan kehendak Allah. Proses pemilihan panggilan-Nya. Walau
sebagian besar yang telah melaksanakan deliberatio tanpa terasa atau tanpa sadar, sama
halnya dengan discretio, yang secara khusus berkembang melalui dinamika Letio
Devina.
8) Actio: tindakan yang timbul dari proses sebelumnya.
Apa yang dilihat, dinikmati, disadari, dipilihlah yang terbaik, yang mampu
dilaksanakan. (bdk. Peristiwa Sto. Fransiskus di Gereja Portiumkula)
Dalam prakteknya, tidak ada pemisahan yang jelas antara tsb No. 5,6,7, & 8
sungguhpun demikian pembagian ini sangat penting bagi kita yang tengah mencoba
mengikuti Spiritualtias Fransiskus.
3. SPIRITUALITAS
Tatkala Sto. Fransiskus masih di panggung sejarah, Kitab Suci belum seperti yang kita kenal
saat ini. Saat ini kita dengan sangat mudah menjumpainya dan membelinya di toko-toko buku,
baik dengan kualitas yang sederhana hingga yang lux, bahkan super lux sekalipun. Pada zaman
Sto. Fransiskus, Kitab Scui yang beredar hanya bahasa Latin, dan kemungkinan besar sulit
untuk dimiliki oleh perorangan, karena demikian ketatnya peraturan Gereja.
Hal ini dapat dibuktikan tatkala Sto. Fransiskus itu masih berjubah pertapa, namun statusnya
adalah “awam”, bukan klerus, ketika mengikuti misa di Gereja Maria Ratu para Malaikat di
Portiumkula.
Tatkala pimpinan ibadat memberi komentar tentang bacaan Kitab Suci, ia tidak jelas
menerima atau menangkapnya. Peraturan menentukan bahwa hanya klerus yang mendapat
tugas memberi komentar tentang Kiba Suci.
Kemungkinan besar Kitab Suci yang beredar hanya berbahasa Latin, dan mungkin ia belum
memilikinya, karena peraturan melarang kaum awam memiliki secara pribadi.
Kalau toh Sto. Fransiskus telah memilikinya, ia tidak mampu menangkap arti bacaan yang
berbahasa Latin, meskipun ia sangat fasih berbahasa Umbria, namun pengetahuan bahasa
Latinnya sangat kurang.
Bila dicermati dengan seksama ternyata metode tiga langkah hampir sama dengan Lectio
Divina, hanya dalam penjabarannya ada sedikit perbedaan. Keterbatasannnya tidak
mengurangi semangat untuk melaksanakan dan menguasai arti karya penyelamatan Yesus
Kristus, khususnya dalam melaksanakan “consolatio” dari rentetetan langkah Lectio Divina
Misioner. Istilah Lectio Divina Misioner kemungkinan besar belu, dikenal secara baik pada
waktu itu, berbeda dengan zaman sekarang, komunikasi demikian bagus, sehingga
pengetahuan tsb mudah tersebar, baik dari mulut ke mulut ataupun dengan alat komunikasi.
Bisa saja kita menjelaskan pengalaman tertobatan Sto. Fransiskus sebagai hasil dari konteks
sosial ekonomi dan religius masa itu. Bila demikian halnya, maka akan timbul pertanyaan
mengapa justru hanya Fransiskus yang mengalami pertobatan? Bagaimana dengan orang lain
yang juga hadir dalam misa tsb? Bukankah mereka juga mendengar “homili” yang sama
diberikan pada saat itu. Mengapa justru hanya Fransiskus yang terketuk hatinya mengalami apa
yang disebut consolatio?
20 Dari Hasil mengikuti pertemuan Angela Merici Biblical Center Bandung
147