Page 175 - Arsitektur Tradisional Daerah Jawa Barat ( PDFDrive )
P. 175
160
semula dipergunakan sebagai ruangan tamu, kini dipergunakan untuk
ruangan tidur anggota keluarga atau pembantu rumah tangga selama
masa tanam padi (disebut dengan istilah "bujang"). Ruang tepas yang
aslinya terbuka menjadi tertutup oleh dinding dan pagar dengan
penambahan pintu-pintu di kanan kirinya.
Bangunan-bangunan "rumah tinggal dengan atap jolopong" yang
memanjang ikut pula berkembang dengan penambahan ujung sisi atap
kearah kiri dan kanannya, sehingga terbentuk atap-atap dalam bentuk
yang lain, yakni berupa sayap burung (disebut : "Ieang-Ieang"). Atap
tambahan dapat dikombinasikan denga atap perisai (suhunan panjang)
menjadi atap limasan. Pada umumnya bentuk limasan banyak dipakai
didaerah Cirebon, sementara didaerah-daerah lebih ke barat (daerah
Priangan) banyak dipergunakan bentuk perisai atau suhunan panjang.
7.2.3 Pengaruh Agama
Agama Islam yang berkembang sejak awal abad ke-15 di Jawa
Barat, kehadirannya tidak banyak memberikan pengaruh terhadap
arsitektur tradisional didaerah ini dibanding dengan pengaruh
pengaruh lain dari luar yang datang sebelumnya. Pengaruh kebudayaan
Islam tidak jelas nampak pada bentuk dan konstruksi bangunan
bangunan tradisional seperti rumah tinggal, rumah tempat musyawarah
atau yang lainnya. Pengaruh Islam ditunjukkan pada bentuk-bentuk
atap tumpang pada mesjid-mesjid tradisional.
Di desa Bugel. dari sejumlah 2.558 orang penduduknya, 2.528
orang diantaranya terdapat sebagai penganut agama Islam. Meskipun
demikian, mereka tidak seluruhnya merupakan penganut-penganut
agama Islam yang taat menjalankan Syariat-syariat agama Islam
seperti juga pada masyarakat lain di Jawa Barat, bahkan di Indonesia.
Beberapa bentuk kepercayaan yang tumbuh sejak sebelum Islam
datang, menempel pada kehidupan masyarakat dengan kadar
penempelan yang berbeda-beda.
Dalam melaksanakan berbagai kegiatan yang berhubungan dengan
upacara selamatan (hajat) dan upacara-upacara lainnya, masyarakat di
daerah ini lebih cenderung untuk mempergunakan kemampuan para
sesepul,-(orang-orang tua yang sudah biasa) untuk memimpin upacara-