Page 30 - Pola Sugesti Erickson
P. 30
Milton Erickson: Pola Sugesti dan Strategi Terapi
Wawasan Pertama tentang Keterbatasan Perspektif Manusia
Lahir di Aurum, Nevada, 5 Desember 1901, Erickson mengidap berbagai masalah sejak
kecil. Ia buta warna dan buta nada, dan sedikit disleksia. Dan, masih ada lagi, jantungnya
berdetak tidak beraturan (arrhytmia). Ia mengalami semua itu sebelum kondisi-kondisi
tersebut dikenal oleh orang-orang di daerah pertanian di desa tempat tinggalnya.
Seluruh warna tampak olehnya sebagai warna ungu, dan semua lagu sama belaka
dalam tangkapan telinganya. Ketika masih duduk di bangku sekolah dasar, ia tidak bisa
memahami kenapa orang yang berteriak dan memekik-mekik disebut “menyanyi”.
Kesulitan lainnya ia alami dengan disleksia yang diidapnya. Pada umur 6 tahun ia tidak
bisa membedakan angka “3” dan huruf “m”. Keterbatasan-keterbatasan itulah yang
nantinya mendukung perkembangan minat, sikap, dan pendekatannya terhadap
otohipnosis, trance, dan psikoterapi.
Semua keganjilan itu, yang melekat pada dirinya sejak kecil, menjadikan Erickson
berbeda dari anak-anak lain, dan ia sendiri maupun orang lain tidak paham mengenai hal
itu. Meskipun begitu, ia memiliki watak ingin tahu yang begitu kuat, yang membuatnya
terus-menerus menyelidiki batas-batas dan relativitas perilaku manusia. Kesadaran ke
arah ini bahkan sudah mulai muncul ketika usianya baru 4 tahun. Pada saat itu untuk
pertama kalinya ia dibawa oleh ibunya bertandang ke rumah neneknya (dari pihak ibu)
dan perjumpaan pertama dengan neneknya ini betul-betul membuat Erickson kecil
terpana. “Ini kamu, Clara?” tanya si nenek pada ibunya seperti tak percaya. “Ini betul-
betul anakku Clara?”
Perempuan tua itu tak pernah bepergian meninggalkan rumah lebih dari sepuluh mil
dan ia sungguh tidak memiliki konsepsi tentang bagaimana orang-orang terdekatnya bisa
melampaui radius itu. Ketika anak perempuannya menikah dan meninggalkan rumah
melampaui radius itu, ia benar-benar tak menduga bahwa suatu saat akan pernah bertemu
lagi dengannya. Jadi, pada umur 4 tahun itu, Erickson begitu terpana pada perbedaan dan
sempitnya perspektif manusia.
Pengalaman lain yang berkaitan dengan keterbatasan dan kekakuan cara pandang
manusia muncul lagi ketika ia berusia 10 tahun, yakni ketika ia mendebat cara kakeknya
30