Page 92 - Sufisme-Dalam-Tafsir-Nawawi-Dr.-H.-Kholilurrohman-MA
P. 92
S u f i s m e D a l a m T a f s i r N a w a w i | 91
oleh zaman. Jika ia berkata: Bagaimana Allah? Maka katakan olehmu:
Dia Allah tidak menyerupai suatu apapun. Jika ia berkata: Kapan adanya
Allah? Maka katakan olehmu baginya: Dia Allah maha Awal tanpa
permulaan, dan Dia Allah maha Akhir tanpa penghabisan. Jika ia berkata
bagimu: Berapa Allah? Maka katakan baginya: Allah Esa bukan karena
sedikit (Katakan olehmu Dia Allah yang maha Esa; tidak ada keserupaan
bagi-Nya)”.
Tulisan beliau ini sangat jelas dalam menyatakan bahwa Allah ada
tanpa tempat. Ini menunjukkan sikap pundamental beliau dalam
memegang ortodoksi, di samping beliau juga seorang sufi. Dalam
karya lainnya; Mirqât Shu’ûd al-Tashdîq Syarh Sullam al-Tawfîq, beliau
menulis:
147 لمح فِ ليَ لاو هتافصو هتاذ فِ دحاو وهف مس ق ني لاو أزجتي لا يذلا ى أ دحلأا
“(Dia Allah) al-Ahad artinya Yang tidak terbagi-bagi dan tidak terpisah-
pisah. Maka Dia Allah maha Esa; tidak ada keserupaan pada Dzat-Nya,
pada Sifat-sifat-Nya, dan Dia tidak bertempat pada suatu ruang (ada tanpa
tempat)”.
Isu sentral yang sering kali menjadi bahan kajian tasawuf, terutama
di kalangan Perguruan Tinggi Islam sebagaimana telah disinggung
di atas, sama sekali tidak disinggung oleh Syekh Nawawi.
147 Nawawi Muhammad al-Jawi, Mirqât Shu’ûd al-Tashdîq Fî Syarh Sullam
al-Tawfîq, Semarang: Cet. Usaha Keluarga, t. th. hal. 4

