Page 89 - Sufisme-Dalam-Tafsir-Nawawi-Dr.-H.-Kholilurrohman-MA
P. 89

S u f i s m e   D a l a m   T a f s i r   N a w a w i  | 88

             عيجم فِ هيفاك وهف هلنا اميف للهبا قثي نمو ىأ    س   ب ه )    َ ْ ُ    ه   و     ح  ُ َ     ف الله ى  َ ْ َ  َ َ ْ َ َ ّ  (   و   م   ن      ي    ت   و   ك   ل     ع   َ ل
                                                             َ
                                  .    143 هقلخ عيجم فِ هدارم غلبي ىأ  ِ  َ َ ُ ْ  ّ  (   نإ     الله     با   ل   غ     مأ   ِ ر ه )     هرومأ


            “(Dan barangsiapa tawakal atas Allah maka Dia cukup baginya) artinya
            siapa  yang  berpegangteguh  dengan  Allah  pada  apa  yang  telah  ia  raihnya
            maka Allah akan memberikan kecukupan baginya dalam seluruh urusan-
            urusannya,  (Sesungguhnya  Allah  yang  menyampaikan  urusannya)  artinya
            menyampaikan segala keinginannya pada seluruh makhluk-Nya”

            Bahkan pada ayat senada dalam QS. al-Ma’idah: 11, “Wa ‘Alâ Allâh
            Fal    Yatawakkal     al-Mutawakkilûn”,   Syekh     Nawawi     tidak
            menyinggung  sedikitpun  tentang  makna  tawakkal,  beliau  justeru
            menjelaskan  secara  panjang  lebar  tentang  sebab  turunnya  ayat

            tersebut.

                    Demikian  pula  dalam  makna  ridla,  Syekh  Nawawi  tidak
            memberikan  definisi  luas,  -untuk  tidak  mengatakan  tidak
            memberikan  definisi  sama  sekali-.  Firman  Allah  dalam  QS.  al-
            Taubah: 72 “Wa Ridlwân Allâh Akbar”, juga dalam QS. al-Ma’idah:
            119  “Radliya  Allâh  ‘Anhum  Wa  Radlû  ‘Anhu”,  tidak  didefinisikan
            secara  detail.  Padahal  dua  ayat  tersebut  cukup  mengundang
            perhatian bagi kalangan sufi, sebagaimana keduanya dijadikan dalil
            bagi Maqâm Ridlâ oleh al-Sarraj dalam al-Luma’ .
                                                           144



                    143  Nawawi, Marâh Labîd …, j. 2, hal. 383
                    144   al-Sarraj  menjadikan  Maqâm  Ridlâ  sebagai  Maqâm  tertinggi,  yaitu
            Maqâm ke tujuh. Al-Sarraj, Al-Luma’…, hal. 80.
   84   85   86   87   88   89   90   91   92   93   94