Page 85 - Sufisme-Dalam-Tafsir-Nawawi-Dr.-H.-Kholilurrohman-MA
P. 85
S u f i s m e D a l a m T a f s i r N a w a w i | 84
bagaimana sikap fundamental Syekh Nawawi dalam memegang
teguh keyakinan mayoritas umat Islam (Jumhûr al-Ummah) tentang
137
bahwa Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah . Ini tentunya
bertentangan dengan konsep Hulûl dan Ittihâd. Bahkan justeru,
Syekh Nawawi menentang keras dua keyakinan ini, sebagaimana ini
akan kita rasakan dalam tulisan beliau dalam Salâlim al-Fudlalâ’.
Kemudian dalam menafsirkan makna Ulu al-Abâb pada QS.
al-Zumar: 9 dan 18, syekh Nawawi hanya menulis: “Mereka Ulu al-
Abâb adalah orang-orang yang memiliki akal yang selamat dari
138
serangan hawa nafsu” . Kita tidak menemukan pembahasan
tentang al-Maqâmât dan al-Ahwâl. Karena setidaknya ada kolerasi
antara Ulu al-Abâb dengan tingkatan-tingkatan kaum sufi.
Bahkan ada hal menarik dari sikap Syekh Nawawi dalam
membela sebagaian ulama yang meminta berharap berharap harta
dari para penguasa. Dalam menerangkan keutamaan ilmu, beliau
menyatakan bahwa terdapat perbandingan yang sangat jauh antara
orang-orang bodoh dengan para ulama. Seorang alim yang
berharap harta dari penguasa, -yang itu didasarkan kepada
pengetahuan sang alim sendiri untuk memanfaatkan harta tersebut
137 Konsensus Ahlussunnah wal Jama’ah dalam keyakinan Allah ada
tanpa tempat dan tanpa arah, sebagaimana dikutip Abu Manshur al-Baghdadi
dalam al-Farq Bayn al-Firaq merupakan konsensus (Ijma’) ulama Ahlussunnah
Wal Jama’ah. al-Baghdadi Abu Manshur ‘Abd al-Qahir ibn Thahir (W 429 H),
al-Farq Bain al-Firaq, Bairut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, cet. t. th. hal. 256
138 Nawawi, Marâh Labîd …, j. 2, hal. 237

