Page 110 - anzdoc.com_sejarah-nasional-indonesia-vi
P. 110
2. Kebocoran-kebocoran informasi dalam TNI, hal ini adalah akibat dari
adanya ikatan keluarga yang erat dikalangan rakyat Minahasa, hampir
semua yang mempunyai anggota keluarga di Permesta, dan sikap
kurang hati-hati yang terdapat di kalangan pasukan serta pegawai
pemerintah ketika memilih pekerja-pekerja untuk membantu dalam
operasi-operasi atau ketika membahasa masalah-masalah militer
dengan atau dengan dihadiri wanita-wanita Minahasa.
3. Daerah Minahasa yang bergunung-gunung yang menguntungkan
sekali kaum gerilya Permesta.
4. Logistik yang sulit karena jalan rusak, dan hadangan kaum gerilya.
5. Kesejahteraan pasukan pemerintah kurang diperhatikan, separuh dari
mereka sakit.
6. Kurangnya bantuan rakyat untuk memberikan keterangan tentang
lokasi atau kegiatan dari Pasukan Permesta.
Namun pada bulan Mei 1959, pasukan Permesta akhirnya mundur
karena sebuah serangan balasan atas Bolaang-Mongondow yang dilancarkan
oleh pasukan pemerintah di Gorontalo. Selain itu jatuhnya Kotamobagu juga
merupakan titik balik dalam pemberontakan dan tanda bahwa pemberontakan
ini segera berakhir. 65
Untuk memulihkan kembali keamanan negara, pemerintah bersama
dengan KSAD memutuskan untuk melakukan operasi gabungan AD-AL-AU
terhadap PRRI dan diberi nama dengan Operasi 17 Agustus yang dipimpin oleh
Letnan Kolonel Ahmad Yani. Operasi ini pertama kali ditujukan ke Pekanbaru
untuk mengamankan sumber-sumber minyak. Pada tanggal 14 Maret 1958,
Pekanbaru berhasil dikuasai. Operasi militer kemudian dikembangkan ke pusat
pertahanan PRRI. Pada tanggal 4 mei 1958 Bukittinggi berhasil direbut kembali.
Selanjutnya, pasukan TNI membersihkan daerah-daerah bekas kekuasaan PRRI.
Banyak anggota PRRI yang melarikan diri ke hutan-hutan. Achmad Husein
66
kemudian menyerahkan diri dan disusul pada pertengahan tahun 1961 dimana
tokoh-tokoh Permesta juga menyerahkan dirinya. 67
65 Poesponegoro & Notosusanto. Op.Cit. hh. 375-376
66 Ibid., hh. 158-159
67 Harvey, Op.Cit. h. 146
Sejarah Nasional Indonesia VI 106