Page 105 - anzdoc.com_sejarah-nasional-indonesia-vi
P. 105
Setelah terbentuknya kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
tepatnya pada bulan Agustus, maka status dari daerah Aceh yang semula
merupakan Daerah Istimewa turun menjadi daerah keresidenan yang berada
dalam lingkungan Provinsi Sumatera Utara. Hal ini pun membuat Tengku Daud
Beureuh menjadi sangat kecewa terutama anggota Pusat Ulama Seluruh Aceh
(PUSA).
46
Pada tanggal 20 September 1953, ia memproklamasikan bahwa Aceh
sebagai bagian dari Negara Islam Indonesia yang berada di bawah pimpinan
Kartosuwiryo. Dengan adanya proklamasi ini mulailah pemberontakan DI/
TII di Aceh.Selanjutnya mereka melakukan propaganda untuk memperburuk
citra dari pemerintah RI. Untuk menghadapi pemberontakan ini, pemerintah
RI menggunakan upaya damai. Pada tanggal 17 sampai 28 Desember 1962
dilaksanakan Musyawarah Kerukuran Rakyat Aceh yang diprakarsai oleh
Kolonel M. Jassin. Upaya damani ini mendapatkan dukungan dari tokoh-tokoh
masyarakat Aceh dan berhasil memulihkan keamanan di Aceh. Pada tahun
47
1961 Daud Beureuh pun menerima untuk kembali lagi ke pangkuan Ibu Pertiwi,
dengan demikian keadaan Aceh pun kembali Aman.
48
f. Pemberontakan PRRI / Permesta
Di awal kemerdekaan Indonesia, Indonesia mengalami beragama masalah.
Tekanan demi tekanan datang dari luar maupun dari dalam negeri Indonesia.
Pada tahun 1956 – 1957 muncul gerakan di daerah–daerah di Indonesia yang
menentang pemerintah pusat yang disebabkan karena tidak adilnya pembagian
dana pembangunan antara pusat dan daerah.
49
Ketika pemilu I diadakan banyak yang berharap akan terbentuknya suatu
pemerintahan yang kuat dan mampu mensejahterakan masyarakat secara
luas. Namun harapan ini sulit diwujudkan, mengingat instabilitas politik dan
keamanan ketika itu. Oleh sebab itulah banyak tokoh-tokoh di daerah mulai dari
militer, pengusaha, dan tokoh masyarakat dari unsure yang lain berpendapat
bahwa pemerintah tidak cukup baik dalam memperhatikan dan mengatur
46 Poesponegoro & Notosusanto, Op.Cit. h. 363
47 Ibid. hh. 363-365
48 Moedjanto. Op.Cit. h. 128
49 Poesponegoro & Notosusanto,. Op.Cit. h. 368
Sejarah Nasional Indonesia VI 101