Page 101 - anzdoc.com_sejarah-nasional-indonesia-vi
P. 101
pemerintah semakin dibuat kerepotan oleh serangkaian DI/TII yang kemudian
menyebar di beberapa daerah di Indonesia.
1) Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat
Selama masa pendudukan Jepang dan setelah proklamasi kemerdekaan,
Kartosuwiryo menjadi anggota partai Masyumi. Bahkan ia kemudian terpilih
menjadi Komisaris Jawa Barat merangkas sekretaris I partai tersebut. Gagasan
mendirikan Negara Islam Indonesia sebenarnya telah dicanangkan oleh S. M.
Kartosuwiryo sejak tahun 1942. Pada mulanya di Malangbong Kartosuwiryo
mendirikan Pesantren Sufah, yang digunakan untuk latihan kemiliteran bagi
pemuda-pemuda Islam dengan memberikan penekanan pada militansi Islam,
serta ditanamkan fanatisme bagi para pengikutnya. Sebelumnya ia pernah
dicalonkan sebagai menteri pertahanan, namun karena ia mempunyai tujuan
tersendiri maka jabatan itu ditinggalkan. 34
Pada tanggal 14 Agustus 1947 setelah Militer Belanda I, Kartosuwiryo
menyatakan “perang suci” melawan Belanda. Gerakan Kartosuwiryo semakin
tidak sejalan dengan pemerintahan RI ketika terjadi perundingan Renville yang
dianggap merugikan pihak Indonesia. Salah satu isi persetujuan itu menyatakan
bahwa semua pasukan TNI di daerah kantong-kantong gerilya sehingga harus
hijrah ke wilayah yang dikuasai oleh RI. Penolakan terhadap perjanjian Renville
diwujudkannya dengan sikap menolak melakukan hijrah ke wilayah RI bersama
4.000 orang pengikutnya ia memilih tetap tinggal di Jawa Barat. 35
Dalam konferensi di Cisayong pada bulan Februari 1948 diputuskan
untuk mengubah gerakan mereka dari gerakan kepartaian menjadi gerakan
kenegaraan. Upaya tersebut ditempuh dengan cara membekukan kegiatan
Masyumi di Jawa Barat. Selanjutnya mereka membentuk Majelis Umat Islam
dan mengangkat Kartosuwiryo sebagai imam dari Negara Islam Indonesia (NII).
Kemudian dibentuk pula Tentara Islam Indonesia (TII). Pada tanggal 7 Agustus
1949 secara resmi Kartosuwiryo memproklamasikan berdirinya Negara Islam
Indonesia (NII) yang berlandaskan kanun azasi. 36
Pada tanggal 25 Januari 1949 terjadi kontak senjata pertama kali antara
34 Poesponegoro & Notosusanto, Op.Cit. h. 360.
35 Departemen pendidikan dan kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan, Sejarah Daerah Jawa Barat.
1994 , h. 226-227
36 Poesponegoro & Notosusanto. Op.Cit. h. 360
Sejarah Nasional Indonesia VI 97