Page 102 - anzdoc.com_sejarah-nasional-indonesia-vi
P. 102

TNI dan DI/TII, ketika pasukan Divisi Siliwangi melakukan hijrah (long march)
            dari Jawa Barat ke Jawa Tengah. Bahkan kemudian terjadi perang segitiga antara
            TNI-DI/TII-Tentara Belanda. Upaya damai dilakukan oleh Pemerintah RI melalui
            Moh. Natsir (pemimpin Masyumi) lewat sepucuk surat, namun tidak berhasil.

            Upaya kedua dilakukan dengan membentuk sebuah komite dipimpin oleh Moh.
            Natsir pada bulan september 1949. Akan tetapi, usaha itu pun gagal mengajak
            Kartosuwiryo untuk kembali ke RI. 37
                  Munculnya gerakan DI/TII telah mengakibatkan penderitaan rakyat Jawa

            Barat. Seringkali rakyat mendapatkan teror dari mereka ketika para tentara DI/
            TII berusaha memenuhi kebutuhan  hidup  mereka dengan merampok rakyat.
            Terutama bagi rakyat yang tinggal di daerah-daerah terpencil di lereng gunung
            sekitar Jawa Barat.

                  Operasi militer  untuk menumpas  gerakan DI/TII yang dimulai  pada
            tanggal 27 Agustus 1949. Operasi ini menggunakan taktik “Pagar Betis” yang
            dilakukan dengan menggunakan tenaga rakyat untuk mengepung wilayah yang
            dianggap  sebagai  tempat  gerombolan  itu  bersembunyi.  Taktik  ini  bertujuan

            untuk mempersempit ruang gerak  mereka. Selain  itu  juga dilakukan Operasi
            Baratayudha  dengan  sasaran  basis  pertahanan  mereka.  Walaupun  demikian,
            operasi ini pun memakan waktu yang cukup lama untuk melakukan penumpasan
            itu. Pemberontakan ini berakhir pada 4  juni 1962 ketika Kartosuwiryo berhasil

            ditangkap di Gunung Geber oleh pasukan Siliwangi.
                                                              38

                  2)   Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah
                  Munculnya DI/TII Jawa Tengah berawal dari Majelis Islam yang dipimpin

            oleh Amir Fatah. Pada mulanya Amir Fatah menjabat sebagai Komandan Laskar
            Hizbullah  di  Front Tulangan Sidoarjo  dan  Mojokerto,  Jawa Timur. Kemudian
            ia meninggalkan front dan menggabungkan diri dengan TNI di Tegal. Pasukan
            Hizbullah yang berdiri sejak bulan Januari 1946, menggabungkan diri dengan

            TNI Batalion 52 yang dipimpin oleh Mayor Moh. Bachrin. Amir Fatah berhasil
            memengaruhi  Mayor Bachrin, sehingga bersama pasukannya meninggalkan
            Wonosobo  kembali  ke  daerah  Brebes-Tegal.  Ketika  terjadi  Agresi  Militer
            Belanda II, Amir Fatah berada di front Brebes-Tegal bersama satuan-satuan TNI

            37   Ibid. h.361
            38   Ibid. h. 360

                                                  Sejarah Nasional Indonesia VI            98
   97   98   99   100   101   102   103   104   105   106   107