Page 107 - anzdoc.com_sejarah-nasional-indonesia-vi
P. 107
Tindakan tersebut dilakukan dengan alasan bahwa gubernur yang dirujuk
oleh pemerintah pusat itu dianggap kurang berhasil dalam membangun
Sumatera Tengah. Aspirasi rakyat Sumatera Tengah mengenai otonomi daerah
yang disalurkan lewat Dewan Banteng dapat dipahami oleh pemerintah pusat.
Akan tetapi, tindakan Achmad Husein mengambil alih pemerintah Sumatera
Tengah dianggap telah menyalahi hukum. 52
Pada tanggal 30 November 1957 hubungan antara pemerintah pusat
dengan daerah menjadi memburuk karena adanya usaha pembunuhan yang
gagal terhadap Presiden Soekarno yang terjadi di Cikini saat dia akan berkunjung
ke sekolah putranya. Para pemimpin Masyumi dan Partai Sosialis diintimidasi
oleh kelompok pemuda yang pro-pemerintah. Akibatnya, sejumlah tokoh seperti
Mohammad Natsir, Sjarifuddin Prawiranagara, dan Sumitro Djojohadikusumo
mengungsi ke Sumatera Tengah. Disana mereka bergabung dengan beberapa
panglima yang berada di Sumatera dan membentuk Pemerintah Revolusioner
Republik Indonesia (PRRI).
53
Pada 10 Februari 1958, ketua Dewan Banteng, Ahmad Husein membuat
ultimatum kepada pemerintah Indonesia. Isinya adalah permintaan Dewan
Banteng agar segera dilakukannya pergantian Kabinet. Mereka menginginkan
turunnya Perdana Menteri Djuanda dan menginginkan Sultan Hamengkubuwono
IX dan Mohammad Hatta untuk membentuk sebuah kabinet baru. Dalam
pidatonya, ketua Dewan Banteng menyampaikan ultimatumnya kepada
pemerintah pusat yang isinya sebagai berikut:
54
1. Dalam waktu 5 x 24 jam Kabinet Djuanda menyerahkan mandat kepada
presiden.
2. Presiden menugaskan kepada Moh. Hatta dan Sultan Hamengku
Buwono IX untuk membentuk Zaken Kabinet.
3. Meminta presiden kembali kepada kedudukannya sebagai Presiden
Konstitusional.
Namun ultimatum tersebut tidak diindahkan oleh pemerintah Indonesia,
sehingga pada 15 Februari 1958 Ahmad Husein memproklamirkan “Pemerintah
Revolusioner Republik Indonesia (PRRI)”. Proklamasi berdirinya PRRI di
55
52 Poesponegoro & Notosusanto. Op.Cit. h. 368.
53 Ibid., h. 369
54 Ibid., h.375
55 Ibid, h..375
Sejarah Nasional Indonesia VI 103