Page 111 - anzdoc.com_sejarah-nasional-indonesia-vi
P. 111
g. Pemberontakan PKI Madiun
Sabtu dini hari pukul 03.00 pada tanggal 18 september 1948, terdengar 3
kali tembakan pistol yang menandai akan dimulainya penyerangan oleh golongan
partai PKI di Kota Madiun. Penyerangan tersebut dipimpin oleh Muso, seorang
tokoh komunis yang baru saja kembali dari Rusia. Muso adalah ketua PKI
68
menggantikan ketua PKI yang sebelumnya. Di bawah pimpinan Muso, PKI terbukti
lebih kuat dan berani dalam melakukan serangkaian gerakan sabotase dan teror
sesuai dengan perintah dari sekjen Komunis Internasional. Pada hari tersebut,
pasukan-pasukan PKI dengan cepat dapat menduduki gedung – gedung yang
vital bagi pemerintahan Kota Madiun. Gedung – gedung tersebut diantaranya
adalah gedung pemerintah Kota Madiun, kantor polisi, bank – bank, markas
komando pertahanan Jawa Timur, kantor pos dan kantor telepon Madiun.
69
Penyerangan PKI ini dapat dimasukkan dalam kategori berhasil. Beberapa orang
yang mencoba untuk menghadang aksi penyerangan ini ditembak mati.
Beberapa jam kemudian melalui siaran RRI, PKI mengumumkan bahwa
rakyat harus melakukan suatu revolusi. PKI kemudian mengajak rakyat untuk
ikut melakukan revolusi bersama dengan PKI. PKI juga menyiarkan kabar bahwa
Republik Indonesia memihak Belanda. Mereka menyebarkan isu bahwa Negara
70
Indonesia akan diberikan kepada Belanda oleh pemerintah Indonesia. Jika pada
penyerangan pertama tujuan PKI adalah untuk menumpaskan pendudukan
Belanda di Indonesia, maka pada penyerangan kedua ini, tujuan PKI adalah
untuk merebut kekuasaan Indonesia dan merubah ideologi bangsa dari ideologi
nasionalis menjadi komunis. Oleh karena itu, PKI kemudian memprolkamirkan
Republik Soviet Indonesia. Gerakan ini juga didukung oleh Amir Syarifuddin (eks
perdana menteri) yang memimpin Front Demokrasi Rakyat (FDR).
68 Soe Hok Gie. (Yogyakarta: Penerbit Bentang, 2005). hh. 2-25
69 Acho Manafe, TEPERPU : Mengungkap Pengkhianatan PKI pada Tahun 1965 dan Proses Hukum Bagi
Para Pelakunya, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2008). h. 4
70 Ibid. h.144
Sejarah Nasional Indonesia VI 107