Page 104 - anzdoc.com_sejarah-nasional-indonesia-vi
P. 104
di Surabaya. 42
Pada tahun 1949, Kahar Muzakar memimpin sebuah Laskar-laskar gerilya
di Sulawesi Selatan yang kemudian tergabung dalam Komando Grilya Sulawesi
Selatan (KGSS). Laskar ini meminta agar mereka dimasukkan kedalam APRIS.
Namun pemerintah menolak permintaan KGSS dikarenakan pemerintah
hanya menerima anggota KGSS yang memenuhi syarat untuk dinas militer.
Kemudian pemerintah pun menyelesaikan masalah geriliyawan tersebut
dengan menyalurkan gerilyawan yang tidak diterima tes dan disalurkan di Corps
Tjadangan Nasional (CTN).
Pada tanggal 24 Maret 1951 lima Batalion pun dilantik dan Kahar Muzakar
pun diangkat sebagai komandannya. Namun saat pelantikan itu akan dilakukan
Kahar Muzakar pun melarikan diri dan mengakibatkan kekacauan, tidak hanya
itu saja pada tanggal 7 Agustus 1953, dia menyatakan bahwa daerah Sulawesi
Selatan sebagai bagian dari Darul Islam dan nama pasukannya pun diubah
menjadi Tentara Islam Indonesia (TII).
43
Di Sulawesi Selatan, pada tanggal 12 september 1959 terjadi perpecahan
di kalangan pengikut Kahar Muzakar, karena pemberontakan di Sulawesi
Selatan ini masih terjadi maka pemerintah RI pun melakukan operasi militer
dan memperluas cakupannya hingga daerah pegunungan Sulawesi Tenggara.
Pada bulan Februari 1965 operasi militer itu berakhir setelah Kahar Muzakar
tertembak mati. Dengan demikian berakhirlah gangguan kemanan yang terjadi
di Sulawesi Selatan. 44
4) Pemberontakan DI/TII di Aceh
Setelah proklamasi kemerdekaan RI, di Aceh terjadi pertentangan antara
alim ulama yang tergabung dalam organisasi PUSA (Persatuan Ulama Seluruh
Aceh) yang dipimpin oleh Tengku Daud Beureuh dengan para kepala adat
(Ulebalang). Pertentangan ini menyebabkankan perang saudara antara kedua
golongan yang berkobar sejak Desember 1945 sampai dengan Februari 1946.
Untuk mengatasi masalah tersebut maka pemerintah memberikan status
Daerah Istimewa. 45
42 Ibid.,h. 363
43 Ibid. h. 366,
44 Ibid., h. 366
45 Ensiklopedia Sejarah dan Budaya, Sejarah Nasional Indonesia. 2009. h. 237
Sejarah Nasional Indonesia VI 100