Page 145 - anzdoc.com_sejarah-nasional-indonesia-vi
P. 145
a. Membentuk Dewan Nasional (sesuai dengan konsepsi Presiden) dan
sejak Juni 1957 membentuk Depernas
b. Normalisasi keadaan RI
c. Melanjutkan pelaksanaan pembatalan KMB
d. Perjuangan Irian Barat
e. Mempercepat pembangunan. 46
Kedudukan Kabinet Karya sangat penting bagi perkembangan kenegaraan
di Indonesia meskipun hanya berkuasa kira-kira 2 tahun saja. Sebagai suatu
kabinet ekstra parlementer kedudukannya memang kuat karena parlemen tidak
bisa menjatuhkannya. Tetapi kedudukan itu tidak cukup aman karena peranan
Presiden yang besar dan sangat menentukan. Dengan “godokannya”, Presiden
dapat mengubah susunan kabinet jika dipandangnya perlu. Bahkan Presiden
dengan kedudukannya yang baru sebagai Ketua Denas, memperoleh saluran
resmi untuk memaksa kabinet menyetujui kehendaknya. Apalagi kabinet Karya
sendiri dibentuk atas dasar Undang-undang Keadaan Darurat. 47
Untuk meredakan ketegangan daerah-daerah, pada tanggal 14 September
1957 telah dilangsungkannya Musyawarah Nasional (Munas), dan dilingkungan
AD dibentuk panitia yang terdiri dari 7 orang dan disebut Panitia Tujuh.
Tetapi belum sampai mengumumkan hasil kerjanya, telah terjadi percobaan
pembunuhan terhadap Presiden Soekarno pada tanggal 30 November 1957
(Peristiwa Cikini). Akibat peristiwa ini keadaan Indonesia semakin memburuk.
Daerah-daerah yang bergolak bukan semakin reda, tetapi semakin nyata
usahanya untuk melepaskan diri dari pusat. Pada tanggal 10 Februari 1958 Ketua
Dewan Banteng, Achmad Husein mengeluarkan ultimatum pada Pemerintah
Pusat yang menyatakan bahwa Kabinet Djuanda harus mengundurkan diri dalam
waktu 5x24 jam. Setelah menerima ultimatum ini pemerintah bertindak tegas
dengan memecat secara tidak hormat Achmad Husein, Simbolon, Zulkifli Lubis,
dan Dahlan Djambek, mereka adalah perwira-perwira TNI-AD yang duduk dalam
pimpinan gerakan Separatis. 48
Kemudian KSAD A.H. Nasution pada tanggal 12 Februari 1958 mengeluarkan
perintah untuk membekukan Komando Daerah militer Sumatera Tengah
46 Moedjanto, Op. cit. hh. 103-104
47 Ibid. h. 104
48 Rudini, Op. cit. h. 27
Sejarah Nasional Indonesia VI 141