Page 141 - anzdoc.com_sejarah-nasional-indonesia-vi
P. 141
politik yang membuka peluang bagi orang tertentu untuk meraih keuntungan
materiil serta jabatan di pusat maupun di daerah. Kecendrungan pada PNI
sendiri yang diperkuat, bukan bangsa secara umumnya. 33
Adapun program kabinet Ali sebagai berikut.
a. Meningkatkan keamanan dan kemakmuran dan pemilu segera
b. Pembebasan Irian Barat
c. Menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika
d. Politik bebas aktif dan peninjauan kembali persetujuan KMB
e. Penyelesaian pertikaian politik
Meski pemulihan keamanan menjadi program pertama, tetapi justru
segera setelah Kabinet Ali I berkuasa Aceh mengalami kekacauan akibat oposisi
keras dari PUSA (Persatuan Ulama Seluruh Aceh) di bawah Daud Baeureueh,
sebagai puncak kekecewaan mereka terhadap pusat. Tuntutan agar Aceh menjadi
propinsi dan diperhatikannya secara sungguh-sungguh pengembangan daerah
kurang mendapat tanggapan dari pusat. Inflasi meningkat, korupsi meluas.
Pengisian jabatan tidak ditentukan oleh kecakapan dan kejujuran tetapi oleh
kesetiaan kepada partai. Hal-hal Ini kemudian berdampak pula pada kacaunya
perekonomian saat itu. Berbagai penyelewengan itu terjadi di terutama
karena partai-partai akan menghadapi pemilihan umum dan untuk melakukan
kampanye banyak diperlukannya biaya. Tanggal pemilu telah ditetapkan yaitu
29 September 1955 untuk anggota DPR dan 15 Desember 1955 untuk anggota
Konstituante.
34
Dibidang politik luar negeri Kabinet Ali I berhasil menyelenggarakan
Konferensi Asia-afrika di Bandung pada tanggal 18-25 April 1955. Walaupun
begitu persoalan-persoalan dalam negeri yang dihadapi cukup rumit, ditambah
lagi dengan masalah pembatalan hasil KMB dengan pihak Belanda. Yang dihasilkan
hanyalah Protokol Pembubaran UNI 10 Agustus 1954 yang membubarkan Uni
Indonesia-Belanda, melunakkan ketentuan-ketentuan persetujuan KMB tentang
ekonomi-keuangan dan membatalkan ketentuan tentang kerjasama kebudayaan
dan militer.
35
33 Sair, Op. cit. h. 13
34 G. Moedjanto, Indonesia Abad ke-20 2 ,(Yogyakarta: Kanisius, 1991) h. 90
35 Ibid. h. 92
Sejarah Nasional Indonesia VI 137