Page 136 - anzdoc.com_sejarah-nasional-indonesia-vi
P. 136
lain seperti pembentukan Kabinet Sjahrir I (atas dasar Maklumat Pemerintah
14 November 1945) yang secara langsung berarti mengakhiri pemerintahan
presidensiil. 23
Moh. Hatta juga memiliki beberapa pemikiran terkait dengan masalah
demorasi ini, menurutnya ada tiga tuntunan dasar untuk suatu pemerintahan
demokratis, yaitu (1) pemerintah bertanggung jawab kepada parlemen (yang
anggota-anggotanya dipilih rakyat); (2) kebebasan berkumpul dan berserikat
yang diaktualisasikan dalam keberadaan banyak partai politik; dan (3)
penerimaan prinsip pemilihan umum yang diselenggarakan secara langsung,
umum, bebas, rahasia berdasarkan hak-hak politik warga negara yang sama.
24
Pada masa demokrasi parlementer, kabinet jatuh-bangun dalam tenggang waktu
yang relatif singkat dan ini berakibat pada instabilitas pemerintahan. Tidak ada
satu kabinet pun dalam masa demokrasi parlementer ini mampu memberi
jaminan untuk dapat melaksanakan fungsi-fungsi pelayanan dan pembangunan
masyarakat secara memadai. 25
Kabinet Parlementer seperti yang ditentukan dalam UUDS 1950 hanya
mungkin terbentuk dengan koalisi partai, terutama karena komposisi parlemen
tidak memungkinkan pembentukan kabinet oleh satu partai saja. Namun
kesulitan segera muncul saat mengupayakan pembentukan kabinet pertama
pada masa demokrasi parlementer sesuai dengan ketentuan UUD tersebut.
Mosi Integral Natsir di parlemen telah melapangkan jalan bagi peleburan Negara
Republik Indonesia Serikat (RIS) kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) secara konstitusional. Atas jasa tersebut, presiden memberi kepercayaan
terhadap Natsir untuk membentuk kabinet pertama dalam NKRI 1950. 26
Gambar 4.3 Suasana pelantikan anggota
DPR Negara Kesatuan Republik Indonesia
di Jakarta pada tanggal 16 Agustus 1950.
Sumber: Buku 30 Tahun Indonesia Merdeka.
23 Bondoro, op. cit. h 73
24 Ibid, h. 74
25 Ibid, h. 74
26 Waluyo, op.cit. h. 29
Sejarah Nasional Indonesia VI 132