Page 147 - anzdoc.com_sejarah-nasional-indonesia-vi
P. 147
1) Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949
Pada tanggal 17 Agustus 1945 Negara Republik Indonesia secara
resmi berdiri. Pasca kemerdekaan, Belanda berkeinginan untuk kembali
menjajah Indonesia namun hal ini terus dilawan oleh RI. Gagal dengan
cara militer dan kekerasan Belanda mencoba menggunakan taktik lain
dengan menjadikan Indonesia menjadi negara federal. Belanda ingin
merebut kembali wilayah Republik Indonesia dengan memecahnya
menjadi beberapa negara bagian saja. Dengan politik “federalisme” ini
Belanda bermaksud memperlemah kedudukan RI. Belanda melakukan
Agresi Militer I dan II dan melanggar perjanjian Renville yang telah
disetujui bersama. Melihat hal itu maka Perserikatan Bangsa-Bangsa
melakukan penyelesaian secara diplomatis dan daman dengan
mengadakan serangkaian pertemuan yang diakhiri dengan Konferensi
Meja Bundar (KMB). Konfrensi ini dihadiri negara-negara bentukan
Belanda yang tergabung dalam Byeenkomst voor Federal Overleg
(BFO).
52
UUD 1949 yang disusun dibawah bayang-bayang Konferensi
Meja Bundar, menjadi Konstitusi Republik Indonesia Serikat dan
berlaku sesudah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda.
Karena itu, secara formal, dengan undang-undang dasar ini perjuangan
kemerdekaan nasional dan pengakuan internasional terhadap
Indonesia sebagai negara berdaulat telah tercapai. Pergantian UUD
yang dirumuskan dibawah tekanan pihak luar dengan suatu UUD yang
dibuat oleh Bangsa Indonesia dalam keadaan bebas menandakan
langkah lebih lanjut menuju kemerdekaan dari sisa-sisa kolonialisme.
Selain itu pembuatan Undang-undang Dasar ini dilakukan tergesa-
gesa dimana hanya memenuhi prasyarat sebagai negara federal.
53
Kekuasaan berkedaulatan didalam Negara Republik Indonesia
Serikat adalah dilakukan oleh Pemerintah bersama-sama dengan
Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat (pasal 1 dan 2). Badan ini juga
menjadi badan pembentuk undang-undang yaitu Dewan Perwakilan
52 Ibid,
53 Adnan Buyung Nasution, Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia, (Jakarta: Intermasa, 1995).
hh. 27-28
Sejarah Nasional Indonesia VI 143