Page 186 - anzdoc.com_sejarah-nasional-indonesia-vi
P. 186

Sama Keamanan. Kerja sama yang dibuat oleh kabinet ini dinilai tidak konsekuen
            dalam  mendengungkan  konsep  politik  bebas-aktif  yang  menjadi  salah  satu
            fondasi kebijakannya. 8



                  b.  Kabinet Burhanuddin Harahap
                  Usaha  Pemerintah  untuk  memperbaiki  perekonomian  berlanjut  pada
            masa  kabinet Burhanuddin  Harahap.  Kabinet ini  membuat kebijakan yang
            bertujuan membangun kemajuan masyarakat desa, salah satunya dengan cara

            mengganti  I.G.O  (Inlandsche  Gemeente  Ordonantie)  dan  I.G.O.B  (Inlandsche
            gemeente Ordonantie Buitengewesten) dengan Undang-undang Pokok baru. Hal
            ini kemudian dilanjutkan pada masa pemerintahan Kabinet Ali Sastroamidjoyo I,
            Kementerian Dalam Negeri merundingkan perubahan I.G.O dan I.G.O.B menjadi

            Undang-Undang Pokok baru dalam sebuah konferensi para gubernur pada bulan
            Januari 1955.
                  Masa  inflasi  merupakan  masalah  yang  menjadi  bahasan  program  kerja
            utama dalam kabinet Burhanuddin Harahap. Inflasi menimbulkan tidak adilnya

            pembagian pendapatan dalam bisnis dimana hanya orang tertentu saja yang
            mendapatkan  keuntungan.  Pada  sektor perdagangan  terjadi  penimbunan
            barang-barang dan naiknya biaya-biaya kehidupan dan biaya produksi, turunnya
            pendapatan  dibidang  ekspor yang sangat diperlukan  mengingat kebutuhan

            impor barang-barang konsumsi dan barang-barang modal untuk pembangunan
            karena perusahaan-perusahaan ekspor tidak dapat bersaing lagi dengan dengan
            luar negeri.
                  Perdana Menteri Burhanuddin Harahap pemimpin kabinet Burhanuddin

            Harahap mengambil beberapa langkah untuk menyelesaikan dua aspek yang
            diduga  menyebabkan  inflasi  yaitu  aspek  kebijaksanaan  keuangan  negara  dan
            aspek ekonomi moneter. Langkah awal yang dilakukannya adalah mengadakan
            penyelidikan  tentang keadaan  anggaran  belanja  tahun  1955. Kabinet  Ali

            Sastroamidjoyo  menyatakan  bahwa anggaran  belanja  sebesar Rp.  2,5 Milyar,
            akan  tetapi  pada  kenyataan  sebenarnya  anggaran  mencapai  Rp.3,5  Milyar.
            Pemerintah  dapat  menekan  defisit  tahun  1955  menjadi  Rp.3  Milyar  karena
            adanya tambahan dari penerimaan T.P.I berdasarkan peraturan-peraturan baru


            8   M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, (Yogyakarta: UGM Press, 2005). hh. 366-367

                                                  Sejarah Nasional Indonesia VI            182
   181   182   183   184   185   186   187   188   189   190   191