Page 232 - anzdoc.com_sejarah-nasional-indonesia-vi
P. 232
Birma. Kunjungan ini merupakan kunjungan pertama kalinya Presiden Indonesia
ke luar negeri setelah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda. 14
Pada periode kedua tahun 1949-1958, politik luar negeri Indonesia
menekankan pada kelanjutan dari hasil perjuangan diplomasi pengakuan
Internasional terhadap kemerdekaan Indonesia. sebagai kelanjutan perjuangan
kemerdekaan ini, Indonesia berambisi untuk membantu negara-negara yang
masih dalam cengkraman kolonialisme negara-negara Eropa. Dalam hal ini, Eropa
lebih dianggap sebagai negara kolonialisme yang belum berniat memerdekakan
daerah-daerah jajahannya (Rahman, 2005: 56). Konferensi Asia Afrika (KAA)
adalah salah satu realisasi politik luar negeri Indonesia selepas pengakuan
kemerdekaan dari Belanda. Prinsip bebas-aktif diaplikasikan dengan menjadi
negara inisiator KAA dan GNB. Hal ini di anggap sebagai perolehan politik
15
luar negeri Indonesia yang terbesar kedua setelah pengakuan kemerdekaan
dari Belanda, ketika bentuk pemerintahan di Indonesia adalah pemerintahan
parlementer.
Pada periode kedua ini kondisi pemerintahan sesungguhnya tidaklah
stabil. Partai politik yang terkemuka masing-masing menaruh kecurigaan yang
mendalam terhadap rencana politik luar negeri setiap kabinet yang berkuasa.
Didalam negeri sendiri muncul masalah terkait separatisme seperti munculnya
RMS (Republik Maluku Selatan) Pada tahun 1950, berkat keberhasilan menumpas
pemberontakan kelompok militer di Sumatera, sentimen anti Barat dan Anti
Amerika semakin tumbuh di dalam negeri. Namun imbasnya, orientasi politik
di dalam negeri bergerak ke arah kiri (komunis) (Rahman, 2005: 56). Periode
ketiga adalah periode 1959-1965 yang dikendalikan secara penuh dan otoriter
di bawah kekuasaan presiden Soekarno.
14 Sekretaris Negara Republik Indonesia. 30 Tahun Indonesia Merdeka. h. 22-23
15 Heryanto. Op.Cit. h. 24.
Sejarah Nasional Indonesia VI 228