Page 356 - anzdoc.com_sejarah-nasional-indonesia-vi
P. 356
dimaksudkan lagi ideologi melainkan wujud dari pimpinan yang berupa pribadi
seorang pemimpin.
65
Konsentrasi kekuasaan yang besar ditangan presiden, dimulai dengan
pembentukan lembaga-lembaga negara, yaitu MPR, DPR, DPA, DPK, dan
pengisian pejabat-pejabatnya yang semuanya dilakukan oleh presiden. Presiden
mengeluarkan penetapan presiden yang kedudukannya sama, bahkan diatas
undang-undang karena bersumber langsung dari Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Sejak tahun 1962, Ketua MA, Ketua MPRS, ketua DPR, serta wakil Ketua
DPA semuanya merangkap sebagai menteri dan anggota kabinet. Demokrasi
terpimpin telah menempatkan presiden sebagai pusat kekuasaan negara tanpa
batas. 66
Demokasi Terpimpin diberlakukan di Indonesia sebagai usaha untuk
mencari jalan keluar dari kebuntuan politik melalui pembentukan kepemimpinan
personal yang kuat. Meskipun UUD 1945 memberi peluang seorang presiden
untuk memimpim pemerintahan selama lima tahun, ketetapan MPRS No.
III/1963 mengangkat Soekarno sebagai presiden seumur hidup. Dengan lahirnya
ketetapan MPRS ini, secara otomatis telah membatalkan pembatasan waktu
lima tahun sebagaimana ketetapan UUD 1945. Kepemimpinan presiden tanpa
batas ini terbukti melahirkan tindakan dan kebijakan yang menyimpang dari
ketentuan-ketentuan UUD 1945. Penyimpangan-penyimpangan tersebut
67
antara lain:
1. Penyimpangan terhadap UUD 1945, diantaranya tentang ketetapan
MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) No. III/1963 yang
mengangkat Ir. Soekarno sebagai presiden seumur hidup. Padahal
Undang-Undang sebelumnya sangat jelas jika periode presiden
menjabat adalah lima tahun.
2. Tahun 1960 Ir. Soekarno sebagai presiden telah membubarkan DPR
hasil Pemilu 1955 padahal dalam UUD 1945 ditentukan bahwa presiden
tidak mempunyai wewenang untuk berbuat demikian.
3. Presiden boleh ikut campur dalam pengambilan produk ketetapan
legislatif, sesuai peraturan presiden No. 14/1960. Presiden juga
65 Syair, 2005. Op.Cit hlm 58.
66 Zoelva, 2011. Op.Cit. hlm77 – 78.
67 Sudirman, 2014. Op.Cit. hlm 388.
Sejarah Nasional Indonesia VI 352