Page 68 - anzdoc.com_sejarah-nasional-indonesia-vi
P. 68
masa kabinet Hatta semasa negara masih berbentuk federal (RIS) menentukan
pemilihan secara bertingkat. 32
Mosi ini diterima oleh parlemen yang menyebabkan Menteri dalam negeri
Mr. Asaat mengundurkan diri, tetapi pengunduran diri itu ditolak oleh Kabinet M.
Natsir. Perdana menteri sendiri mengingatkan parlemen bahwa pembentukan
lembaga-lembaga perwakilan daerah menurut PP No. 39 itu sudah disetujui
oleh parlemen. Akibatnya hubungan kabinet dengan parlemen menjadi tegang.
Sementara itu, pada tanggal 20 maret 1951 Partai Indonesia Raya (PIR) yang
merupakan partai pendukung kabinet menarik menteri-menterinya dari kabinet
ini. Sehari kemudian, tanggal 21 maret 1951, Mohammad Natsir mengembalikan
mandatnya kepada presiden Soekarno. 33
Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, Indonesia dibagi menjadi 10
provinsi yang mempunyai otonominya sendiri, yakni masing-masing Sumatera
Utara dengan ibukotanya Medan, Sumatera Tengah dengan ibukotanya Bukit
Tinggi, Sumatera Selatan dengan ibukotanya Palembang, Jawa Barat (termasuk
didalamnya Jakarta sebagai ibukota negara setelahnya) dengan ibukota Bandung,
Jawa Tengah dengan ibukota Semarang, Jawa timur dengan ibukotanya Surabaya.
Kemudian ada Kalimantan dengan ibukotanya Banjarmasin, Sulawesi dengan
ibukota Makasar, Maluku dengan Ibukota Ambon, dan Sunda Kecil (sekarang
wilayah Kepulauan Nusa tenggara dan Bali) dengan ibukotanya Singaraja. 34
c. Perancangan Undang-Undang Dasar sementara 1950
Perancangan Undang-Undang Dasar Sementara1950 merupakan awal
baru dari pemerintahan Indonesia yang sebelumnya merupakan sebuah
negara berbentuk federal kembali lagi ke negara berbentuk kesatuan. Namun
kenyataanya NKRI kala itu masih menggunakan sistem demokrasi parlementer
walaupun sudah kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Perancangan Undang-undang Dasar Negara Sementara 1950 juga tidak
terlepas dari banyaknya ganguan berupa pemberontakan ketika negara RIS
berdiri selama 8 bulan penuh. RIS dianggap sebagai negara rapuh karena berdiri
diatas kepentingan yang berlawanan. Kemudian munculnya pemberontakan-
32 Ibid. hh. 307-309
33 Ibid. hh. 307-309
34 Rudini et.al. Op. Cit. h. 25
Sejarah Nasional Indonesia VI 64