Page 72 - anzdoc.com_sejarah-nasional-indonesia-vi
P. 72
terjadi pemberontakan APRA (Angkatan Perang Ratu Adil) yang dipimpin oleh
Westerling, kemudian dilanjutkan oleh pemberontakan Andi Azis yang terjadi
di Makasar, dan yang terakhir adalah pemberontakan Republik Maluku Selatan
yang dipimpin oleh Dr. Soumokil (Eks Jaksa Agung NIT). Seluruh pemberontakan
yang terjadi pada masa transisi RIS-RI merupakan bentuk usaha dari Belanda
untuk mempertahankan bentuk federal di Indonesia. Tidak sedikit tentara KNIL
yang terlibat dalam setiap pemberontakan yang terjadi. 46
Pada tanggal 24 maret 1950, Presiden Soekarno telah menerima 30 orang
perwira Batalyon “worang” yang akan meninggalkan Jawa untuk menjalankan
tugas di tempat baru tepatnya wilayah Indonesia Timur. Dengan keberangkatan
batalyon ini berarti rencana untuk menempatkan satuan-satuan APRIS di
seluruh Indonesia dapat terlaksana. Kemudian di Bandung diadakan Upacara
penyerahan LPB (pabrik senjata dan mesiu) kepunyaan tentara Belanda kepada
APRIS. Upacara sendiri berlangsung tanggal 30 April 1950, pihak tentara Belanda
diwakili oleh Kolonel Ohl dan Kolonel Metz dari LPB sedangkan APRIS diwakili
oleh Kolonel Hidayat. 47
2) APRA
Angkatan perang ratu Adil (APRA) merupakan sebuah bentuk angakatan
perang yang dibentuk oleh bekas prajurit Belanda yakni, Kapten Raymond
Westerling. Kapten Westerling mendidirikan APRA di Kota Bandung, Jawa
barat. Salah satu ramalan Jayabaya mengatakan bahwa, “pada suatu saat akan
datang seorang Ratu Adil dari negara Turki yang mengantarkan Indonesia pada
puncak kejayaan”. Isi ramalan tersebut menjadi salah satu penyebab mengapa
Westerling melakukan pemberontakan. Dengan bantuan modal dari Belanda,
Westerling membeli senjata. Dalam waktu singkat Ia mengumpulkan tentara
sebanyak 8000 orang yang ditambah beribu-ribu pasukan cadangan. Kemudian
Westerling membentuk Angkatan Perang Ratu Adil (APRA). APRA dibentuk
dengan tujuan berikut:
a) Tetap mempertahankan negara Pasundan
b) APRA sebagai tentara Negara Pasundan
46 Suryawan. Op.Cit. hh. 1-2
47 Bahar et.al. Op.Cit. h. 189
Sejarah Nasional Indonesia VI 68